Ikan Gabus adalah sejenis ikanbuas yang hidup di air tawar. Ikan ini dikenal dengan banyak nama di berbagai daerah, diantaranya aruan, haruan (Bojonegoro), kocolan (Betawi), bogo (Sidoarjo), bayong, bogo, licingan (Banjarmasin), kutuk (Jawa), dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris juga disebut dengan berbagai nama seperti common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead, striped snakehead dan juga aruan. Nama ilmiahnya adalah Channa striata (Bloch, 1793).
Ikan gabus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Sebetulnya ikan gabus memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ikan gabus liar yang ditangkap dari sungai, danau dan rawa-rawa di Sumatra dan Kalimantan
kerap kali diasinkan sebelum diperdagangkan antar pulau. Gabus asin
merupakan salah satu ikan kering yang cukup mahal harganya. Selain itu
ikan gabus segar, kebanyakan dijual dalam keadaan hidup, merupakan
sumber protein yang cukup penting bagi masyarakat desa, khususnya yang berdekatan dengan wilayah berawa atau sungai.
Ikan gabus juga merupakan ikan pancingan
yang menyenangkan. Dengan umpan hidup berupa serangga atau anak kodok,
gabus relatif mudah dipancing. Namun giginya yang tajam dan sambaran
serta tarikannya yang kuat, dapat dengan mudah memutuskan tali pancing.
Akan tetapi ikan ini juga dapat sangat merugikan, yakni apabila masuk ke
kolam-kolam pemeliharaan ikan (Meskipun beberapa kerabat gabus di Asia
juga sengaja dikembangbiakkan sebagai ikan peliharaan). Gabus sangat
rakus memangsa ikan kecil-kecil, sehingga bisa menghabiskan ikan yang
dipelihara di kolam, utamanya bila ikan peliharaan itu masih berukuran
kecil.
Sejak beberapa tahun yang lalu di Amerika utara, ikan ini dan beberapa kerabat dekatnya yang sama-sama termasuk snakehead fishes diwaspadai sebagai ikan berbahaya, yang dapat mengancam kelestarian biota perairan di sana. Jenis-jenis snakehead sebetulnya masuk ke Amerika sebagai ikan akuarium. Kemungkinan karena kecerobohan, maka kini snakehead juga ditemui di alam, di sungai dan kolam di Amerika. Dan karena sifatnya yang buas dan invasif, Pemerintah Amerika khawatir ikan itu akan cepat meluas dan merusak keseimbangan alam perairan.
Mengutip
kompas edisi 17 Agustus 2007 Ikan gabus atau ikan kutuk (lokal)
akhir-akhir ini mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya untuk
bidang kesehatan. Sebab, ikan kutuk merupakan salah satu bahan pangan
alternatif sumber albumin bagi penderita hipoalbumin (rendah albumin)
dan luka. Baik luka pascaoperasi maupun luka bakar. Bahkan, di daerah
pedesaan, anak laki-laki pasca dikhitan selalu dianjurkan mengonsumsi
ikan jenis itu agar penyembuhan lebih cepat. Caranya, daging ikan kutuk
dikukus atau di-steam, sehingga memperoleh filtrate, yang dijadikan menu
ekstra bagi penderita hipoalbumin dan luka. Pemberian menu ekstrak
filtrat ikan kutuk tersebut berkorelasi positif dengan peningkatan kadar
albumin plasma dan penyembuhan luka pascaoperasi. Ikan gabus di perairan Indonesia terdiri dari dua kelompok yaitu ikan gabus biasa (Ophiocephalus striatus) dan ikan tomang (Ophiocephalus micropeltes).
Ikan gabus biasa dikenal dengan nama lain yaitu haruan, bako, aruwan,
tola, dan kayu (Jangkaru, 1999). Gambar ikan gabus biasa dan ikan tomang
dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.
Ikan
gabus selain lezat rasanya juga memiliki kandungan gizi cukup lengkap.
Komposisi kimia daging ikan gabus per 100 gram bahan dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ikan Gabus per 100 gram Bahan
Sumber : Poedjiadi dan Supriyanti (2006)
Fish nugget. Konsentrasi limbah daging ikan gabus 55% dapat menghasilkan fish nugget berkualitas baik, dengan kadar protein 16,1%, kadar albumin 6,9% (Rawan, 2003).
Fenomena
ikan kutuk tersebut pernah diangkat dalam satu penelitian khusus oleh
Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS, guru besar ilmu biokimia ikan Fakultas
Perikanan Unibraw pada 2003. Dalam penelitian berjudul Albumin Ikan
Gabus (Ophiochepalus striatus) sebagai Makanan Fungsional Mengatasi
Permasalahan Gizi Masa Depan, Eddy mengupas habis tentang potensi ikan
gabus. “Dilihat
dari kandungan asam aminonya, ikan gabus memiliki struktur yang lebih
lengkap dibandingkan jenis ikan lain,” katanya kepada Radar Malang (Grup
Jawa Pos) kemarin (19/9). Sayangnya, kata dia, selama ini masyarakat
masih memiliki kesan bahwa makan ikan kutuk sama halnya memakan ular.
Memang, penampilan ikan kutuk mirip ular. Padahal, ikan kutuk adalah
ikan air tawar yang bersifat karnivora. Makanannya adalah cacing, katak,
anak-anak ikan, udang, insekta, dan ketam. Ciri fisiknya, memiliki
tubuh sedikit bulat, panjang, bagian punggung cembung, perut rata, dan
kepala pipih, sehingga lebih mirip ular. Bagian punggung berwarna hijau
kehitaman dan bagian perut putih atau krem. “Ikan kutuk bisa mencapai
panjang 90-110 cm. Karena itu, tiga ekor saja bisa mencapai berat 2 kg,”
ungkapnya.
Eddy
menjelaskan, ikan kutuk banyak ditemui di sungai, rawa, air payau
berkadar garam rendah, bahkan mampu hidup di air kotor dengan kadar
oksigen rendah. Ikan jenis itu banyak dijumpai di perairan umum Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Flores, dan Ambon. Hanya,
nama ikan gabus di masing-masing daerah berbeda. “Di Jawa, selain
disebut kutuk, dikenal dengan ikan tomang,” kata pembantu dekan II
Faperik Unibraw tersebut. Lantas, bagaimana teknis ikan gabus berperan
dalam penambahan albumin. Dalam tubuh manusia, albumin (salah satu
fraksi protein) disintesis oleh hati kira-kira 100-200 mikrogram/g
jaringan hati setiap hari. Albumin didistribusikan secara vaskuler dalam
plasma dan secara ekstravaskuler dalam kulit, otot, serta beberapa
jaringan lain. “Sintesis albumin dalam sel hati dipengaruhi faktor
nutrisi. Terutama, asam amino, hormon, dan adanya satu penyakit,”
tegasnya. Gangguan sintesis albumin, kata Eddy, biasanya terjadi pada
pengidap penyakit hati kronis, ginjal, serta kekurangan gizi.
Sebenarnya, daging ikan gabus tidak hanya menjadi sumber protein, tapi
juga sumber mineral lain. Di antaranya, zinc (seng) dan trace element
lain yang diperlukan tubuh. Hasil studi Eddy pernah diujicobakan di
instalasi gizi serta bagian bedah RSU dr Saiful Anwar Malang. Uji coba
tersebut dilakukan pada pasien pascaoperasi dengan kadar albumin rendah
(1,8 g/dl). “Dengan perlakuan 2 kg ikan kutuk masak per hari, telah
meningkatkan kadar albumin darah pasien menjadi normal (3,5-5,5 g/dl),”
ujarnya.
RADAR MALANG
Selasa, 27 Mei 2008
Ikan Kutuk Dikupas dalam seminr
Selasa, 27 Mei 2008
Ikan Kutuk Dikupas dalam seminr
MALANG
– Manfaat ikan kutuk (ikan gabus) bagi pasien pasca-operasi akan
dibahas tuntas pagi ini dalam seminar nasional di Universitas Brawijaya
(UB). Hadir dalam seminar ini Prof Eddy Suprayitno (peneliti ikan
kutuk), Endang Uriati Arief (tenaga pekarya kesehatan RSSA Malang), Sri
Adiningsih (Unair), dan Dahlan Iskan (CEO Jawa Pos). Prof Eddy
Suprayitno, peneliti ikan kutuk, akan menerangkan bahwa ikan gabus
mengandung albumin yang lebih baik dari albumin telur. Dia akan
mempresentasikan kandungan albumin dalam ikan kutuk ini. Melalui
makalahnya, Eddy menjelaskan, peranan albumin begitu besar. Sayangnya,
hingga saat ini albumin masih impor. Harga HAS (human serum albumin)
albumin impor di RSSA Malang Rp 1,3 juta per botol (kemasan 100 ml). Dia
menambahkan, albumin juga tidak hanya digunakan di dunia kesehatan.
Sejauh ini telah dilakukan penelitian untuk membuktikan kalau albumin
ikan gabus juga dapat dimanfaatkan untuk produksi pangan kesehatan.
Seperti, ice cream, pudding, bubur, fish nugget, bakso, dan permen
jelly. Sementara, Endang Uriati Arief bakal mengupas Cara Pembuatan
Albumin dari ikan kutuk / gabus. Pembicara lainnya, Sri Adiningsih, akan
mengupas Pemanfaatan Albumin untuk Kesehatan. Sri menmbahkan, secara
fisiologis, albumin berperan untuk mempertahankan onkotik. Termasuk juga
Albumin Ikan Gabus
Albumin
adalah protein yang banyak terdapat dalam plasma. Albumin menyumbang
55-60% dari total protein plasma. Contoh albumin telur, laktalbumia,
albumin serum dalam protein air dadih susu, leukosin serealia dan
legumen dalam biji polong (de Man, 1997). Albumin merupakan protein
globuler yang larut dalam air dan garam encer, terkoagulasi oleh panas
dan mengendap pada amonium sulfat jenuh pada suhu 25oC, pH > 6, memiliki berat melekul + 66.000 daltons, terdiri atas 585 asam amino (pesce dan Kaplan, 1987).
Albumin Ikan Gabus
Albumin
adalah protein yang banyak terdapat dalam plasma. Albumin menyumbang
55-60% dari total protein plasma. Contoh albumin telur, laktalbumia,
albumin serum dalam protein air dadih susu, leukosin serealia dan
legumen dalam biji polong (de Man, 1997). Albumin merupakan protein
globuler yang larut dalam air dan garam encer, terkoagulasi oleh panas
dan mengendap pada amonium sulfat jenuh pada suhu 25oC, pH > 6, memiliki berat melekul + 66.000 daltons, terdiri atas 585 asam amino (pesce dan Kaplan, 1987).
Banyak
sumber albumin yang yang bisa kita manfaatkan seperti telur , susu dan
daging. Bagaimana dengan ikan gabus ? ikan ini dikenal juga dengan nama kutuk ,aruan, kocolan , bogo , licingan , atau dalam bahasa Inggris disebut common snakehead.
Beberapa penelitian telah dipublikasikan diantaranya disampaikan oleh
Prof. Doktor. Ir. Eddy Suprayitno MS, Guru Besar Fakultas Perikanan
Universitas Brawijaya Malang dalam Rapat Senat Terbuka Tgl 4 Januari
2003. Lebih lanjut melalui dokter bedah Digestif dalam penelitiannya dia
telah melakukan verifikasi antara Human Serum Albumin dengan Fish
Albumin Ikan Gabus dan terbukti dapat mempercepat penyembuhan luka
hingga 30 % (dari rerata 10 hari menjadi 7 hari). Memang
tidak semua orang suka dengan rasa dan bau amis ikan gabus. Hal ini
sudah disiasati dengan cara ikan gabus dibuat ekstrak dalam bentuk bubuk
lalu dimasukkan ke dalam kapsul.Penelitian ini dilakukan oleh Prof. DR.
dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., SpGK., ahli gizi dari CFNH (Center for
Food, Nutrition, and Health) bersama rekan-rekannya di Universitas
Hasanudin, yang berhasil membuktikannya. Penelitian ini dilakukan di RS
Wahidin Sudiro Husodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Setelah beberapa kali
mengonsumsi ikan gabus, kadar albumin si pasien meningkat sehingga
kesehatannya pun membaik lebih cepat. Beberapa penelitian juga bernada
sama yaitu ada manfaat ikan gabus untuk meningkatkan kadar albumin. Tentunya tidak hanya berhenti pada ikan gabus saja. Masih banyak jenis ikan lainnya yang belum dilakukan penelitian.Tidak
hanya nilai albumin saja yang diperhatikan tetapi juga asupan gizi
seimbang. Karena tubuh juga membutuhkan zat gizi dari karbohidrat,
lemak,protein jenis lain, vitamin dan mineral. Dan tetap mengikuti advis
dokter yang merawat.Semoga bermanfaat dan salam sehat selalu.
oleh : Endang Sukarelawati27 May 2008 18:06:33
Malang,
27/5 (ANTARA) – Hasil penelitian terbaru yang dilakukan Prof Dr Ir Eddy
Suprayitno dari Universitas Brawijaya Malang disebutkan, kualitas
albumin ikan gabus (ikan kutuk dalam istilah Jawa) lebih baik ketimbang
telur. Perbandingan kualitas albumin ikan gabus ketimbang telur
tersebut, Eddy mencontohkan, pasien pasca operasi dengan kondisi albumin
yang rendah (1,8 persen) dan diberikan diet 2 kg ekstrak ikan gabus per
hari mampu meningkatkan albumin darah menjadi normal dan luka menutup
dalam waktu 8 hari tanpa efek samping. Sementara, pasien yang diberikan
diet 15 butir telur per hari selama 8 hari, kadar albuminnya menjadi
normal, namun timbul efek samping kadar kolesterol meningkat dan kondisi
ini berbahaya bagi pasien yang mengalami resiko kadar kolesterol
tinggi.Kontra
indikasi pemberian albumin adalah keadaan dimana pemberian albumin
dapat membahayakan seperti anemia berat dan gagal jantung. Untuk
memperoleh “crude” albumin dengan rendemen dan kualitas yang lebih baik
bisa digunakan ekstrator vakum, karena alat itu memiliki kelebihan
dibandingkan dengan metode pengukusan.
Protein dipanaskan pada suhu diatas 40°C
menjadi tidak mantap dan mengalami denaturasi, tetapi kalau menggunakan
ekstrator vakum mampu menghisap udara dalam ruang sehingga tekanan
menjadi rendah serta menghirup uap air dari pelarut.
Pada suhu 35°C selama 12 menit dengan ektrator vakum dapat menghasilkan
“crude” albumin ikan gabus air tawar terbaik yakni 2,6 persen, protein
6,2 persen, rendemen 23,26 persen, namun albumin ikan gabus yang
dihasilkan dengan ekstraktor vakum masih berupa albumin kasar. Oleh
karena itu, katanya, diperlukan pemisahan protein berdasarkan
kelarutannya yaitu memakai zat pelarut seperti ammonium sulfat, natrium
sulfat dan magnesium sulfat.
Sementara limbah padatan daging ekstraksi albumin dengan cara
esktraktor vakum masih mempunyai nilai gizi cukup tinggi yaitu kadar air
79,9 persen, kadar abu 0,6 persen, lemak 1,3 persen dan protein 16,4
persen sehingga tetap layak dijadikan bahan pangan.
Selain
itu, menurut Prof Dr Thomas Joannes Moedjiharto, ikan gabus melalui
albuminnya sebagai penyusun Human Serum Albumin (HSA) bisa dijadikan
alternatif ketersediaan nutrisi dalam rangka memperbaiki gizi masyarakat
Indonesia tanpa mengeluarkan dana besar. “Ikan gabus merupakan bahan
sistesis asam amino paling unggul bila dibandingkan dengan ikan dari
perairan tawar maupun laut sehingga mampu mempercepat penyembuhan luka,
karena kadar zinc ikan gabus lebih tinggi bila dibandingkan dengan
berbagai jenis ikan lainnya,” katanya. Ia
menyarankan, anak-anak yang menderita malnutrisi atau gizi buruk dan
berat badan kurang, diberikan biskuit atau suplemen dengan bahan dasar
ikan gabus, karena kandungan gizi dan nutrisinya lebih tinggi dan
diperkirakan mampu menambah berat badan sekitar 1 kg per bulan bagi
penderita berat badan kurang.
Pemberian
suplemen atau biskuit ikan gabus tersebut, katanya, bisa dimulai dari
Pos Layanan Terpadu (Posyandu), Puskesmas dan rumah sakit yang merawat
penderita gizi buruk termasuk ibu hamil yang kurang gizipun hendaknya
juga diberi kapsul ikan gabus sebagai asupan protein dan zat besi yang
dibutuhkan selama masa kehamilan.
“Oleh karena itu kami hanya bisa berharap kelestarian ikan gabus di
tanah air bisa terjaga bahkan bisa dibudidayakan dengan tetap menjaga
kualitas yang tidak kalah dengan ikan gabus yang hidup ‘liar’ di air
tawar atau sungai,” katanya menambahkan.
Albumin ikan gabus sangat bermanfaat bagi manusia. Albumin
sendiri adalah protein sederhana yang larut dalam air dan larut garam
encer, terkoagulasi oleh panas dan mengendap dengan penambahan ammonium
sulfat jenuh (Kusnawijaya, 1987). Sedangkan menurut Neligan (1998),
albumin adalah protein yang paling banyak dalam plasma, kira-kira 60%
dari total plasma 3.5-5.5 g/dl. Albumin merupakan polipeptida tunggal,
memiliki berat molekul 63.000-69.000, terdiri atas 585 asam amino.
Struktur molekul albumin manusia.
Dilihat
dari asam amino penyusunnya, albumin termasuk protein lengkap yang
dibangun oleh sejumlah asam amino esensial dan non esensial. Menurut
Poedjiaji (1994), kandungan protein ikan gabus cukup tinggi dibandingkan
ikan lain yaitu 25,2g/100g daging ikan gabus segar. Selain itu
dikatakan oleh suprayitno, dkk (1998), bahwa ikan gabus mengandung albumin 62,24g/kg dan Zn 17,41 mg/kg. Asam amino penyusun albumin ditunjukkan dalam tabel 2.
Tabel 2. Asam Amino Penyusun Albumin Pada Ikan Gabus dan Telur
Sumber : Suprayitno, dkk (1998)
Albumin
merupakan protein globular yang mempunyai 5 sifat sebagai berikut : (i)
Albumin larut dalam 2,03 mol/L ammonium sulfat pada suhu 25ºC pada pH
lebih besar dari 6; (ii) Kecepatan gerak dalam elektroforesa adlah 6,0
di dalam buffer berkekuatan ion 0,1 dan pH 8,6; (iii) Berat molekul
albumin kira-kira 66.000 daltons dan dapat terendapkan pada kecepatan
4,5; (iv) Merupakan protein bebas karbohidrat; dan (v) Merupakan
komponen utama dalam pembentukan serum normal manusia (Pesce dan Kaplan,
1987).
Albumin dalam
tubuh mempunyai dua fungsi penting yaitu mengatur tekanan osmotic dalam
kapiler, dan mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan
cairan ekstra sel (Montgomery et all, 1993). Albumin
juga berperan dalam regulasi pergerakan air antara jaringan dan aliran
darah dengan osmosis (Smith, 1990). Nilai albumin dalam plasma merupakan
penentu utama penyerapan Zn dan albumin merupakan alat transport utama
Zn (Mutiara, 2004).
Dalam
menjalankan fungsinya yang pertama, albumin bertanggung jawab terhadap
70% tekanan osmotic koloid yang mencegah cairan keluar dari kapiler,
masuk ke ruang interstisial. Tekanan osmotik koloid plasma disebabkan
oleh protein, karena protein merupakan satu-satunya zat terlarut dalam
plasma yang tidak mudah terdifusi ke dalam ruang terstesial (Guyton,
1976). Albumin mengangkut molekul-molekul kecil yang kurang larut air
seperti asam lemak bebas, bilirubin, mengikat anion dan kation kecil,
unsur muatan seperti Zndan kalsium (Montgomery et all, 1993).
Sintesis albumindilakukan
oleh hati kira-kira 9-12 g per hari, sintesis meningkat dengan adanya
insulin. Albumin mempunyai waktu paruh sekitar 15-20 hari (Neligen,
1998). Secara normal 150-250 mg albumin/kg berat badan disintesis tiap
harinya dalam tubuh oleh manusia dewasa. Sebagian besar albumin diikat
oleh reticulum endoplasma, sekitar separuh ditemukan dalam mitokondria, sebagian kecil terdapat pada nuclei dan lisosom.
Sintesa albumin tidak hanya ditentukan oleh keberadaan asam amino tapi
pada beberapa kondisi mungkin tergantung pada asam amino yang spesifik
(Pike and Brown, 1984). Menurut Tandra, dkk, (1998), sintesis albumin dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu nutrisi terutama asam amino, hormon dan adanya suatu penyakit.
Albumin
didalam tubuh didistribusikan secara vaskuler dalam plasma dan secara
ekstravaskuler dalam kulit, otot, dan beberapa jaringan lain (Shargel
dan Andrew, 1998). Sintesis albumin mengalami penurunan pada sejumlah
penyakit, khususnya pada penyakit-penyakit hati (Murray et all, 1995).
Orang yang menderita ginjal berat kehilangan sebanyak 20 mg protein
plasma tiap hari selama beberapa bulan dalam urin (Guyton, 1983),
sedangkan odem terjadinya
mula-mula dianggap sebagai akibat turunnya kadar serum albumin. Hal ini
selalu terjadi pada penderita kuashiorkor. Turunnya serum albumin akan
menyebabkan turunnya tekanan darah, akibatnya terjadi perembesan cairan
menerobos buluh darah masuk ke dalam jaringan tubuh, sehingga terjadi oedem (Winarno, 2002).
Defisiensi sintesa albumin pada penyakit kronik seperti cirrhosis dapat
menyababkan turunnya kadar albumin. Pada keadaan tersebut albumin akan
masuk dalam rongga peritoneal dan plasma atau melalui bendungan aliran
limfe dan eksudasi akibat adanya proses radang. Penurunan kadar albumin
serum akan mengurangi jumlah obat yang berkaitan dengan albumin,
sehingga akan meningkatkan konsentrasi obat pada tempat dimana obat
tersebut bekerja (Tandra et all, 1988).
Menurut
Miller (1996), beberapa kondisi patologis dapat menyebabkan penurunan
konsentrasi albumin antara lain : hipoproteinemia dan proteinuria.
Hipoproteinemia dan proteinuria adalah suatu kondisi patologis yang
disebabkan kurangnya intake protein, pencernaan atau absopsi yang tidak
kuat, peningkatan katabolisma protein dan hilangnya protein dalam bentuk
urin. Kondisi ini juga dapat menyebabkan keseimbangan nitrogen yang
negatife (Mutiara, 2004).Efek
utama konsentrasi rendah albumin serum yan sering terjadi pada penyakit
hati dan ginjal adalah oedem jaringan lunak akbibat berkurangnya
tekanan osmotic koloid intravaskuler (Martin et all, 1987).
Penyerapan Zn menurun bila nilai albumin darah menurun, misalnya dalam
keadaan gizi berkurang atau kehamilan (Mutiara, 2004).
Menurut
salah seorang Dokter spesialis gizi Nurpudji Astuti memaparkan, bagi
sebagian orang, ikan gabus tak masuk hitungan lauk favorit. Untuk
nelayan pun ikan gabus dianggap kurang bernilai ekonomis. Namun, di
tangan dokter Nurpudji Astuti, ikan ini memiliki nilai tambah. Ikan yang
tak disukai karena baunya yang amis ini, dia “sulap” menjadi suplemen
makanan yang berfungsi menjaga metabolisme tubuh, menaikkan kadar
albumin, dan mempercepat pemulihan kesehatan. Ikan
gabus diracik sedemikian rupa, dibuat serbuk, kemudian dimasukkan dalam
kapsul. Bau amis ikan yang tak disukai itu pun hilang, tak terasa lagi.Hampir
semua pasien berkadar albumin rendah yang diberi suplemen dari ikan
gabus ini, kadar albuminnya naik lebih cepat ketimbang pemberian albumin
lewat infus. Bahkan, pasien berkadar albumin rendah yang diikuti
komplikasi penyakit lain seperti TB, diabetes, patah tulang, stroke, hingga HIV/AIDS, kondisinya bisa lebih baik dengan pemberian kapsul ikan gabus.
Anak yang menderita gizi
buruk dan berat badan kurang, pemberian biskuit dari bubuk ikan gabus,
membuat berat badan mereka naik minimal 1 kilogram per bulan. Maka,
bersama kader posyandu, petugas puskesmas dan rumah sakit yang merawat
anak bergizi buruk, Pudji memberikan biskuit ikan gabus secara rutin.
Ibu hamil kurang gizi juga diberi kapsul ikan gabus untuk asupan protein
dan zat besi yang diperlukan selama masa kehamilan agar bayi yang
dilahirkan lebih sehat.Pudji
memandang albumin dalam tubuh sebagai indikasi mortalitas, morbiditas,
dan metabolisme tubuh. Albumin juga berfungsi mempertahankan regulasi
cairan dalam tubuh. Bila kadarnya rendah, protein yang masuk tubuh akan
pecah, dan tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan, penyerapan
obat-obatan yang seharusnya berfungsi menyembuhkan, tak akan maksimal.
Oleh
karena itu, pasien berkadar albumin rendah diberi infus untuk menaikkan
kadar albuminnya. Namun, infus itu biayanya mahal, Rp 1,4 juta setiap
pemberian. Ini pun minimal harus diberikan tiga kali. Untuk pasien tak
mampu, ini memberatkan.Bahkan, pasien pengguna Askes pun menanggung
sendiri biaya pemberian infus baru bila kadar albumin 2,2. “Kadar
albumin normal 3,5-4,5,” ujar istri Taslim Arifin itu.Kondisi
tersebut membuat ibu tiga anak ini berusaha mencari bahan lain untuk
menaikkan kadar albumin dengan harga terjangkau. Ahli gizi yang
melakukan banyak penelitian ini pun sampai pada ikan gabus yang
mengandung kadar albumin tinggi. Ikan gabus dipilih juga karena relatif
mudah didapat dan harganya murah.
Dalam percobaan pertama, Pudji memberi masakan ikan gabus kepada pasien
di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Ikan
gabus dalam bentuk makanan ini berhasil menaikkan kadar albumin.
Tetapi, jumlah petugas dapur di rumah sakit kurang. Kalaupun ada, mereka
kewalahan meracik ikan gabus, apalagi dengan komposisi yang dianjurkan.
“Saya mencoba membuat cairan, lalu dimasukkan melalui selang makanan.
Ini pun berhasil, tetapi banyak pasien yang menolak baunya,” tutur
Pudji. Dia
lalu mencari cara agar pemberian ikan gabus bisa lebih mudah. Bersama
beberapa rekan, Pudji melakukan percobaan hingga menemukan cara, yakni
membuat ekstrak ikan gabus dan memasukkannya dalam kapsul. Cara ini
berhasil karena pemberiannya lebih mudah, dan pasien tak lagi menolak
baunya.
Harganyarelatif
terjangkau, setiap kapsul Rp 3.000. Dengan pemberian dua kapsul sekali
minum, tiga kali sehari selama 10 hari, pasien mengeluarkan biaya Rp
180.000. Bandingkan dengan harga infus yang mencapai Rp 4,2 juta.
Padahal, kemampuan menaikkan kadar albuminnya sama. Pudji lalu
mendaftarkan permohonan paten kapsul ikan gabus dengan nomor
P00200600144, berjudul produk konsentrat protein ikan gabus. Permohonan
paten ini diumumkan pada 8 Maret lalu oleh Departemen Kehakiman dengan
nomor publikasi 047.137.A.Dia sebenarnya meneliti ikan gabus sejak tahun
1994. Pada 2003 Pudji mulai memberikan cairan ikan gabus melalui selang
makanan pada pasien di Rumah Sakit Wahidin. Tahun 2004-2005, tamatan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ini membuat ikan gabus dalam
bentuk kapsul.
Untuk
meyakinkan dan membuktikan suplemen makanan yang dibuat itu bisa
diterima di mana-mana, Pudji mengirimkan kapsul tersebut kepada rekan
dokter di berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta.
“Saya minta mereka memberikannya kepada pasien dengan beragam penyakit
seperti luka patah tulang, stroke, gula, TB, atau gizi buruk. Hasilnya,
pemberian suplemen makanan ini membuat pasien sembuh lebih cepat, dan
kondisinya menjadi lebih baik,” paparnya.
Sebagai
dokter spesialis gizi, Pudji resah atas maraknya kasus gizi buruk.
Menurut dia, banyak pasien gizi buruk yang membaik setelah diberi
biskuit ikan gabus. Sesuatu yang sebenarnya mudah didapat dan murah
harganya. Kini, tinggal kemauan dan keseriusan pemerintah daerah untuk
berjaringan dengan berbagai instansi, termasuk perguruan tinggi. “Saya
siap membantu,” ucapnya. Apalagi, ujar Pudji, penggunaan ikan gabus
untuk produksi makanan tambahan juga bisa memberi nilai tambah ekonomis
bagi petambak. Ini akan lebih terasa bila produksi makin meningkat. Dia
memang membuat kapsul itu dalam skala laboratorium karena penggunaannya
pun masih terbatas.
Salah satu masalah di antara sejumlah masalah yang penting dalam hidup ini adalah bagaimanaorang
memandang masalah. Masalah “memandang masalah” adalah sebuah masalah
yang sangat penting. Tidak hanya karena semua orang pasti memiliki
sejumlah masalah, melainkan juga karena di luar diri pun pasti banyak
masalah.Tetapi
hendaknya diingat dan selalu diingat, bahwa masalah tidak selalu harus
diartikan sebagai “sesuatu yang bersifat negatif”. Segala sesuatu
memiliki dua sisi. Kalau Anda melihat sesuatu negatif berdasar sudut
pandang Anda, berarti sesuatu itu memiliki segi positifnya, segi yang
akan memberi atau menjadi peluang yang akan dapat menghadirkan suatu
perkembangan yang tidak terduga. Siapakah yang dapat melihat sesuatu itu
positif, sementara orang banyak di sekeliling melihatnya negatif? Hanya
“orang gila”. Berikut adalah sebuah contoh nyata yang mengagumkan dan
membanggakan. Di samping lele, ikan darat yang dikenal luas dan
dikonsumsi masyarakat adalah mujahir, sepat, ikan mas dan ikan gabus. Ketidak
atau kekurang populeran ikan gabus itu gara-gara bau amis yang menjadi
suplemen makan yang berfungsi menjaga metabolisme tubuh, menaikkan kadar
albumin dan mempercepat pemulihan kesehatan.
Ikan gabus yang telah dibuat serbuk, dimasukkan ke dalam kapsul, bau amisnya tidak akan tercium lagi. Manfaatnya adalah : 1). Mampu menaikkan kadar albumin lebih cepat daripada dengan infus. 2). Kondisi pasien berkadar albumin rendah, yang juga mengidap penyakit lain, misalnya stroke, diabetes, HIV/AIDS akan membaik. 3). Menaikkan berat badan anak yang kurang gizi, kurang lebih satu kilogram tiap bulan.
4). Bayi yang akan dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi akan menjadi
lebih sehat dengan diberi kapsul ikan gabus untuk mendapatkan tambahan
protein dan zat besi.
Albumin
merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar
60 persen. Protein yang larut dalam air dan mengendap pada pemanasan itu
merupakan salah satu konstituen utama tubuh. Ia dibuat oleh hati.
Karena itu albumin juga dipakai sebagai tes pembantu dalam penilaian
fungsi ginjal dan salurancerna. Kalau Anda sulit membayangkan rupa
albumin, bayangkanlah putih telur. Berat molekulnya bervariasi
tergantung spesiesnya yang terdiri dari 584 asam amino. Golongan protein
ini paling banyak dijumpai pada telur (albumin telur), darah (albumin
serum), dalam susu (laktalbumin). Berat molekul albumin plasma manusia
69.000, albumin telur 44.000, dalam daging mamalia 63.000.
Albumin
memiliki sejumlah fungsi. Pertama, mengangkut molekul-molekul kecil
melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan
metabolisme-asam lemak bebas dan bilirubuin—dan berbagai macam obat yang
kurang larut dalam air tetapi harus diangkat melalui darah dari satu
organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresi. Fungsi
kedua yakni memberi tekanan osmotik di dalam kapiler.Albumin
bermanfaat dalam pembentukan jaringan sel baru. Karena itu di dalam
ilmu kedokteran, albumin dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan
jaringan sel tubuh yang terbelah, misalnya karena operasi, pembedahan,
atau luka bakar. Faedah lainnya albumin bisa menghindari timbulnya
sembab paru-paru dan gagal ginjal serta sebagai carrier faktor pembekuan
darah.
Pendeknya,
albumin memiliki aplikasi dan kegunaan yang luas dalam makanan atau
pangan serta produk farmasi. Dalam produk industri pangan albumin,
antara lain, berguna dalam pembuatan es krim, bubur manula, permen,
roti, dan podeng bubuk. Sedangkan dalam produk farmasi, antara lain,
dimanfaatkan untuk pengocokan (whipping), ketegangan, atau penenang dan
sebagai emulsifier. Kadar albumin yang rendah dapat dijumpai pada orang
yang menderita: penyakit hati kronik, ginjal, saluran cerna kronik,
infeksi tertentu.
Kandungan dari Albumin dapat dilihat pada tabel 3
Albumin
merupakan protein yang paling banyak dalam plasma kira-kira 60% dari
total plasma yaitu 3,5-5,5 g/dl. Mempunyai berat molekul bervariasi
tergantung spesiesnya terdiri dari 584 asam amino, albumin
merupakan golongan protein yang banyak di jumpai pada telur (albumin
telur), darah (albumin serum), dan susu (laktal albumin). Berat albumin
molekul plasma pada manusia yaitu 69.000, telur 44.000 dan mamalia
adalah 63.000. albumin dapat diendapkan dengan menambahkan ammonium
sulfat berkonsentrasi tinggi 70-100% atau pengaturan pH sampai mencapai
isolektrik pH. Dan dilihat dari asam
amino penyusunnya albumin ikan gabus termasuk protein lengkap yang di
bangun oleh sejumlah asam amino esensial dan non esensial dan
ditunjukkan pada tabel 4 :
Tabel 4: Asam Amino Penyusun Albumin
Fungsi Albumin
Banyak
sumber albumin yang yang bisa kita manfaatkan seperti telur, susu dan
daging. Bagaimana dengan ikan gabus ? ikan ini dikenal juga dengan nama
kutuk, aruan, kocolan,bogo,licingan, atau dalam bahasa Inggris disebut common snakehead.
Albumin
mempunyai fungsi biologis sebagai protein pengangkut asam lemak dalam
darah. Dalam albumin plasma manusia terdiri dari 54 asam amino, yang
terutama adalah asam aspartat dan glutamate dan sedikit triptofan.
Albumin merupakan hamper 50% dari protein plasma dan bertanggung jawab
atas tekanan osmotic pada plasma manusia(Murrey et al,1990).
Lebih lanjut dikatakan bahwa tiap gram /dl albumin serum menimbulkan
tekanan osmotik sebesar 5,54 mmHg sedangkan globulin serum hanya 1,43
mmHg. Dari sini tampak bahwa albumin penting dalam mempertahankan
tekanan osmotik koloid.
Albumin
bermanfaat juga dalam pembentukan jaringan tubuh yang baru. Pembentukan
jaringan tubuh yang baru dibutuhkan pada saat pertumbuhan (bayi,
kanak-kanak, remaja dan ibu hamil) dan mempercepat penyembuhan jaringan
tubuh misalnya sesudah operasi, luka bakar dan saat sakit.Begitu banyaknya manfaat albumin sehingga dapat dibayangkan apabila mengalami kekurangan maka banyak organ tubuh yang sakit.
Albumin tidak hanya digunakan pada bidang kesehatan. Albumin juga digunakan sebagai whipping, pensuspensi dan agen stabilisasi pada industri cat, kertas, pernis, tekstil, damar buatan, kulit, kosmetik dan sabun serta industri makanan seperti ide cream, puding, bubur, bakso, fish nugget dan permen jelly (montgomery, et al., 1993).
Kontra
indikasi pemberian albumin adalah keadaan dimana pemberian albumin
dapat membahayakan seperti anemia berat dan gagal jantung. Efek samping
dari pemberian albumin hanya sekitar 0,47-1,53% yang meliputi demam,
menggigil, perubahan tekanan darah nadi dan pernafasan, perdarahan, mual
serta muntah-muntah (Tandra, et al., 1988).
Albumin
ikan termasuk jenis protein globuler yang molekul-molekulnya berbentuk
bulat. Konformasi protein globuler lebih komplek bila dibandingkan
dengan golongan protein serat, selain itu fungsi biologisnya lebih
beragam dan aktivitasnya juga lebih dinamis (Lehninger, 1995). Menurut
Pesce and Lawrence (1987) albumin juga berperan penting dalam pengikatan
obat-obatan sehingga tidak terjadi peningkatan konsentrasi obat dalam
tubuh yang dapat menyebabkan efek toksik. Selain itu juga mengikat
obat-obatan yang tidak mudah larut seperti aspirin, antikoagulan
koumarin serta obat tidur serta obat ini dapat dibawa secara efisien
melalui peredaran darah. Indikasi utama penggunaan albumin adalah pada
keadaan rejatan, luka bakar dan keadaan luka pasca operasi, menghindari
timbulnya sembab paru-paru dan gagal ginjal dan sebagai carier factor
pembekuan darah.
Begitu banyaknya manfaat albumin sehingga dapat dibayangkan apabila mengalami kekurangan maka banyak organ tubuh yang sakit.Manfaat lain dari albumin diantaranya adalah :
• Mencegahkelelahan/me-ningkatkan stamina.
• Meningkatkan/mengembalikan metabolik dan ke-kuatan tubuh.
• Mengatur dan mengatif-kan fungsi saraf simpatik.
• Memperbaiki/meningkat-kan metabolisme lipo(protein) dan dasar.
• Meningkatkan energi dan kehidupan dalam tubuh
• Mengatur dan mengurangi jumlah asupan lemak ke tubuh.
• Menghidari gangguan pada pembuluh darah.
• Memperkuatgerakantubuh.
• Menormalkan gula garah.
• Menjaga ketahanan stamina olahragawan, pekerja berat secara fisik.
• Meningkatkan daya kemampuan seksual.
Albumin
tersebut juga dapat menyembuhkan penyakit kanker hati dan hal itu yang
telah dialami oleh Bapak Dahlan iskan CEO Jawa Pos. Berikut
ini adalah sekilas pengalaman beliau waktu melakukan transplantasi
hati,”PAGI ini, hari ke-20 saya hidup dengan liver baru. Kelihatannya
akan baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda kegagalan seperti yang
dialami Cak Nur (Nurcholish Madjid, tokoh yang digadang-gadang menjadi
salah satu calon presiden), yang menjalani transplantasi liver di
Tiongkok pada 19 Juli 2004.
Kadar
protein dalam darah saya yang tidak pernah bisa normal, kini menjadi
sangat baik. Salah satu unsur penting di protein itu, albumin, sejak
liver saya diganti sudah mencapai angka 3,6. Selama lebih dari 10 tahun
saya hidup dengan kadar albumin yang hanya 2,7. Padahal, normalnya
paling tidak 3,2. Rendahnya kadar albumin membuat tubuh saya tak mampu
membuang kelebihan air, baik dalam bentuk keringat maupun kencing.
Sehingga air yang berlebih ikut darah beredar ke seluruh tubuh.
Akibatnya, tubuh saya jadi “gemuk”.Karena itu, kalau ada orang memuji
badan saya terlihat lebih gemuk dan segar, dalam hati sebenarnya saya
menderita. Sebab, saya tahu, tubuh saya tidak sedang gemuk, tapi
bengkak!
Begitu
liver diganti dan albumin normal, badan saya langsung susut. Tapi tidak
kuyu, melainkan sebaliknya: lebih segar.Dua hari pertama
pascatransplantasi, kencing saya bisa mencapai 10 liter sehari. Sebagian
karena memang banyak cairan yang masuk ke badan, sebagian lagi karena
air yang tadinya beredar bersama darah, sudah bisa dipisahkan oleh
albumin dan dikirim ke kandung kemih. Platelet atau trombosit saya, yang
seharusnya minimal 200, pernah tinggal 55. Dengan platelet serendah
itu, saya terancam mengalami perdarahan dari mana pun: mulut, hidung,
lubang kemaluan, telinga, dan mata.
Untuk
menyelamatkan saya dari ancaman itu, dokter lantas memotong limpa saya
hingga sepertiga. Setelah limpa dipotong, platelet saya naik sampai 120.
Sayangnya, itu tidak lama. Perlahan-lahan angka itu menurun secara
konstan. Terakhir tinggal 70. Hampir sama dengan sebelum limpa saya
dipotong.Tapi, setelah liver saya diganti, platelet saya langsung naik.
Tiga hari lalu angkanya sudah mencapai 260. Normalnya, antara 200 sampai
300. Mengapa saya memutuskan ganti liver? Tidakkah takut gagal? Mengapa
liver saya sakit? Separah apa? Bagaimana jalannya penggantian liver?
Bagaimana mempersiapkan diri? Bahkan sampai ke doa apa yang saya
ucapkan? Semua akan saya tulis untuk berbagi pengalaman dengan pembaca.
Cerita
ini mungkin akan agak panjang (bisa 50 hari). Bukan karena saya mau
berpanjang-panjang, tapi karena redaksi membatasi saya untuk menulis
hanya sekitar 1.000 kata di setiap seri.Berikut saya mulai dengan seri
pertama ini. (Nama-nama dokter, rumah sakit, sengaja baru akan
disebutkan di bagian-bagian akhir tulisan).
Saat menginjak umur
55 tahun ternyata saya harus “turun mesin”. Begitu parahnya kerusakan
organ-organ di dalam badan saya sampai harus pada keputusan menambal
seluruh saluran pencernaan saya, memotong sepertiga limpa saya, dan
mengganti sama sekali organ terbesar yang dimiliki manusia: liver. Turun
mesin total itu harus diatur sedemikian rupa karena mesin yang sama
harus tetap menjalankan tugas sehari-hari, yang tidak bisa ditinggalkan
begitu saja. Maka, saya pun mulai membuat jadwal turun mesin. Dimulai
yang paling membahayakan agar yang penting nyawa bisa selamat dulu.
Ternyata saya memang terancam meninggal dunia dari tiga jenis penyakit. Yang pertama
adalah yang bisa membuat saya meninggal mendadak kapan saja tanpa
penyebab apapun. Tiba-tiba bisa saja saya muntah darah dan tak tertolong
lagi. Ini karena seluruh saluran pencernaan saya, mulai tenggorok
sampai perut sudah penuh dengan varises yang menor-menor karena sudah
matang dan siap pecah. Ibarat kumpulan balon-balon kecil berwarna merah,
yang kulitnya sudah tipis seperti balon yang ditiup terlalu keras.
Kapan meletusnya bisa setiap saat. Saat meletus itulah orang akan muntah
darah dan tak tertolong lagi. Penyakit kedua,
yang bisa membuat saya meninggal dalam hitungan bulan adalah jumlah
darah putih saya yang terus merosot. Mengapa? Karena limpa saya sudah
membesar tiga kali lipat dari ukuran normal. Limpa yang tugasnya antara
lain mengubur sel-sel darah merah yang mati (dengan darah putih yang
diproduksinya), tidak mampu lagi berfungsi baik. Platelet saya yang
seharusnya antara 200-300, hari itu tinggal 60. Itu pun dalam posisi
terus menurun. Pada penurunan beberapa poin lagi, saya akan menderita
perdarahan dari mana saja: bisa dari hidung, dari telinga, dari mulut,
atau dari mata. Limpa sendiri bisa juga pecah karena sudah tidak kuat
lagi akibat terus membesar. Peyakit yang ketiga, pada
liver saya sendiri, yang ternyata sudah amat rusak. Setelah liver saya
dibuang setahun kemudian, tampaklah nyata bahwa liver saya sudah seperti
daging yang dipanggang terlalu masak. Padahal, seharusnya mulus seperti
pipi bayi. Ini yang bisa membuat saya meninggal dunia dalam hitungan
dua-tiga tahun. Bahkan, sebenarnya liver itu yang membuat limpa saya
membesar dan membuat seluruh saluran darah di sepanjang pencernakan saya
penuh dengan balon-balon darah yang siap pecah.
Maka,
satu per satu harus saya selesaikan. Saya mulai dari mengatasi agar
tidak terjadi muntah darah. Lalu, setengah tahun kemudian memotong limpa
saya. Dan, terakhir 6 Agustus lalu, beberapa hari sebelum ulang tahun
ke-56 saya, saya lakukan transplantasi liver: membuang liver lama,
diganti dengan liver baru. Semua proses itu memakan waktu hampir dua
tahun. Ini karena saya tetap harus menjalankan aktivitas, baik sebagai
pimpinan Grup Jawa Pos maupun sebagai CEO perusahaan daerah Jatim yang
lagi giat-giatnya membangun tiga proyek besar: pabrik conveyor belt,
gedung ekspo, dan shorebase. Semua tahap itu saya jalani dengan
keputusan yang mantap, tanpa keraguan sedikit pun mengenai kegagalan
hasilnya. Banyak teman yang bertanya mengapa saya bisa tegas membuat
keputusan yang begitu membahayakan hidup saya. Saya jawab bahwa percaya
sepenuhnya dengan takdir -sesuai dengan tafsir yang saya yakini, yakni
mirip dengan uraian buku Saudara Agus Mustofa Takdir Itu Bisa Berubah.
Faktor
lain adalah bahwa rupanya, kebiasaan saya membuat keputusan berani,
keputusan besar dan keputusan yang cepat di perusahaan ikut memengaruhi
keberanian membuat keputusan dengan kualitas yang sama untuk diri
sendiri. Lalu, keyakinan bahwa saya mampu me-manage hal-hal yang rumit
selama ini, tentu juga akan mampu me-manage kerumitan persoalan yang
ternyata ada di dalam tubuh saya. Apakah tidak ada kekhawatiran sama
sekali akan gagal dan kemudian meninggal? Tentu ada. Tapi, amat kecil.
Saya tahu kapan harus ngotot dan kapan harus sumeleh. Keluarga saya yang
miskin dan menganut tasawuf Syathariyah sudah mengajarkan sejak awal
tentang sangkan paraning dumadi (dari mana dan akan ke mana hidup dan
semua kejadian). Ini membuat saya akan ngotot melakukan apa pun untuk
berhasil, tapi juga tahu batas kapan harus berakhir.
Tentu
ada penyebab lain: Banyak keluarga saya mati muda, sehingga saya pun
seperti sudah siap sejak kecil bahwa saya juga akan mati muda. Ibu saya
meninggal dalam usia 36 tahun (muntah darah). Kakak saya, yang digelari
agennya Nurcholish Madjid di Jatim untuk urusan pembaharuan pemikiran
Islam, meninggal dalam usia 32 tahun (muntah darah). Dia sering memarahi
saya, mengapa masih kecil sudah belajar filsafat/tasawuf dan mengapa
sering pergi ke pondok salaf. Tapi, tahun depannya saya masih tetap ke
pondok salaf Kaliwungu, 25 km sebelah barat Semarang.
Paman
saya dan pakde saya juga meninggal muda. Penyebabnya juga sama: muntah
darah. Muntah darah sebenarnya bukan penyebab, tapi begitulah orang di
desa mengatakannya, karena tidak tahu bahwa semua itu berawal dari
persoalan liver. Tapi, ada juga sedikit harapan bahwa saya bisa berumur
panjang: Bapak saya meninggal dalam usia 93 tahun. Kakak tertua saya
yang amat baik, Khosiyatun, yang juga ketua umum Aisyiah Kaltim, kini
berumur hampir 70 tahun dan masih aktif mengajar di SD swasta di
Samarinda. Entahlah, saya ikut yang mana. Fakta dapat kita ketahui bersama akan pentingnya kesehatan bagi diri kita dan di dunia perikanan juga sangat berperan penting bagi dunia kesehatan
Mengapa
harus perikanan..??? Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai
sepanjang ± 81.000 km dengan luas wilayah laut teritorial 5,7 juta km²
ditambah luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km². Potensi
perikanan laut diperkirakan mencapai sebesar 6,7 juta ton per tahun,
dimana potensi sebesar 4,4 juta ton berada di wilayah perairan Indonesia
dan 2,3 juta ton berada di wilayah ZEE. Hasil penangkapan ikan sebesar
3,5 juta ton pada tahun 1996 menunjukkan bahwa Indonesia baru berhasil
menggali 53,0% dari total potensi yang tersedia. Perbandingan antara
hasil penangkapan dan produk hasil budidaya perikanan adalah 76%:24%
pada tahun 1992 .Dengan adanya fakta-fakta diatas seharusnya kita itu
sadar akan kayanya negeri kita.
Dunia
Perikanan merupakan asset besar bagi Negara kita yang seharusnya kita
manfaatkan sebaik-baiknya tanpa mengesampingkan kelestarian dan
ekosistem dunia perikanan. Ikan yang merupakan salah satu sumber makan
yang kandungan proteinnya paling tinggi dibanding sumber makanan yang
lain serta harganya yang ekonomis menjadi faktor utama mengapa ikan
digemari oleh masyarakat. Pada saat ini dunia perikanan menjadi salah
satu penyumbang devisa terbanyak bagi Negara serta pemerintah mulai
gencar-gencarnya mensosiolisasikan dunia perikanan. Karena dunia
perikanan dinilai merupakan kunci untuk memperbaiki perekonomian Negara
yang sedang carut marut. Dengan adanya lautan yang membentang dari
sabang sampai merouke serta melimpahnya hasil perikanan yang ada saat
ini merupakan omset yang besar bagi Negara kita. Dengan adanya prospek
yang begitu menjanjikan, tidak salah kalau saat ini kita mulai
mengembangkan dunia perikanan.
Albumin merupakan salah satu protein plasma darah yang disintesa di hati. Ia sangat
berperan penting menjaga tekanan osmotik plasma, mengangkut
molekul-molekul kecil melewati plasma maupun cairan ekstrasel serta
mengikat obat-obatan. Demikian di antara peran penting albumin yang
disampaikan oleh Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS dalam sebuah seminar
nasional bertajuk ”Pemanfaatan Albumin Ikan Gabus dalam DuniaKesehatan”.
Acara ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil
Perikanan (Himatrik), Selasa, 27 Mei 2008 di gedung Widyaloka
Universitas Brawijaya. Dalam presentasinya, Prof Eddy menyampaikan
”Tinjauan Aspek Biokimia Albumin Ikan Gabus sebagai Sumber Pangan
Kesehatan”. Menurut gurubesar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UB
ini, albumin dapat juga digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit
terutama yang disebabkan berkurangnya jumlah protein darah, seperti luka
bakar, patah tulang, pascaoperasi dan infeksi paru-paru. Albumin yang
berperan sedemikian besar, sampai saat ini merupakan komoditas impor
dalam bentuk human serum albumin (HSA) yang harganya sangat mahal.
Mahalnya
albumin, meningkatkan kreativitas beberapa peneliti hingga praktisi
untuk memperlebar perolehan albumin, di antaranya dari ikan gabus, yang
biasa disebut ikan kutuk dalam bahasa Jawa dan ikan haruan di
Kalimantan. Dari hasil kajiannya, para peneliti perikanan dan ilmu
kelautan berhasil menemukan data dan fakta, albumin ikan gabus memiliki
kualitas jauh lebih baik dari albumin telur yang biasa digunakan dalam
penyembuhan pasien pascabedah. Ikan gabus sendiri, mengandung 6,2%
albumin dan 0,001741% Zn dengan asam amino esensial yaitu treonin,
valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin, histidin, dan
arginin, serta asam amino non-esensial seperti asam aspartat, serin,
asam glutamat, glisin, alanin, sistein, tiroksin, hidroksilisin, amonia,
hidroksiprolin dan prolin. Terkait kandungan albumin di ikan gabus,
diperoleh data bahwa kandungan albumin ikan gabus air payau lebih tinggi
4,76% dibanding albumin ikan gabus air danau yaitu 0,8%. Selain itu,
ikan gabus jantan diketahui memiliki kadar albumin yang lebih rendah
sekitar 6,7% dibanding ikan gabus betina yang mencapai 8.2%. Dijelaskan
Prof Eddy, untuk memperoleh crude albumin, dapat dilakukan
dengan pengukusan ataupun ekstraktor vakum untuk memperoleh rendemen dan
kualitas yang lebih baik. Selain untuk kesehatan, albumin ikan gabus
dapat juga digunakan untuk fortifikasi sebagai produk pangan kesehatan
seperti ice cream, puding, bubur, fish nugget, bakso dan permen jelly.
Pemanfaatan albumin untuk kesehatan dan KEP-Gizi buruk lebih rinci dijelaskan oleh Dr dr Sri Adiningsih MS MCN yang juga akademisi dari Departemen Nutrisi, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga. Dijelaskan bahwa, albumin merupakan protein penting yang terdapat dalam plasma darah yang produksinya hanya dilakukan di hati dan dikeluarkan langsung ke dalam sirkulasi darah. Konsentrasi albumin yang rendah dalam tubuh dapat disebabkan karena beberapa hal di antaranya malnutrisi, penyakit hati kronis (sirosis), malabsorbsi, luka bakar hebat, saat menjalani operasi, dll. Efek plasma albumin yang rendah, menurutnya akan berhubungan dengan fungsi mempertahankan sel dalam sirkulasi darah dan jika kondisinya ekstrem akan berpengaruh pada fungsi pengantaran zat gizi kedalam jaringan dengan membentuk odema lokal, low serum kalsium walaupun tidak terdapat tanda adanya gangguan metabolisme kalsium.
Pemanfaatan albumin untuk kesehatan dan KEP-Gizi buruk lebih rinci dijelaskan oleh Dr dr Sri Adiningsih MS MCN yang juga akademisi dari Departemen Nutrisi, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga. Dijelaskan bahwa, albumin merupakan protein penting yang terdapat dalam plasma darah yang produksinya hanya dilakukan di hati dan dikeluarkan langsung ke dalam sirkulasi darah. Konsentrasi albumin yang rendah dalam tubuh dapat disebabkan karena beberapa hal di antaranya malnutrisi, penyakit hati kronis (sirosis), malabsorbsi, luka bakar hebat, saat menjalani operasi, dll. Efek plasma albumin yang rendah, menurutnya akan berhubungan dengan fungsi mempertahankan sel dalam sirkulasi darah dan jika kondisinya ekstrem akan berpengaruh pada fungsi pengantaran zat gizi kedalam jaringan dengan membentuk odema lokal, low serum kalsium walaupun tidak terdapat tanda adanya gangguan metabolisme kalsium.
Produksi
sari ikan kutuk skala rumah tangga dipaparkan langsung oleh Endang
Uriati Arief, pemilik bisnis Sari Ikan Kutuk ”Alkuten”. Secara rinci,
Endang, yang memiliki latar belakang sebagai paramedis ini memaparkan
pengalamannya dalam menjalankan bisnisnya mulai dari pengadaan bahan
baku, proses produksi, pemasaran hingga penanganan limbahnya.
Disebutkan, dalam penanganan bisnis tersebut, Endang menggunakan
teknologi sederhana melalui pengukusan untuk memperoleh ekstrak albumin.
Guna menghilangkan bau amis yang mendominasi ikan kutuk, ibu 62 tahun
ini memanfaatkan aroma tradisional di antaranya kunyit, pandanwangi dan
jahe.
Demi menjaga
kualitas produksinya, Endang mengaku selalu meminta para pemasoknya
untuk mendapatkan ikan kutuk liar dari langsung dari sungai atau payau
yang masih liar dengan pakan alami. Pemanfaatan ikan kutuk ini
dijelaskannya tidak menghasilkan limbah karena semuanya bermanfaat,
termasuk kepala dan tulangnya yang digunakan sebagai pakan ikan lele.
Produk Sari Ikan Kutuk Alkuten buatan Endang
ini telah tersedia di apotek, rumah bersalin, dan klinik gizi. Bagi
yang membutuhkan dapat langsung menghubungi Bu Endang pada nomor telepon
(0341) 805305 atau Mbak Intan pada nomor (0341) 717725. Testimoni Dahlan Iskan
turut hadir dalam acara tersebut, Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos Groups
yang memberikan testimoni penyakit yang dideritanya. Dalam paparannya,
ia mengaku diancam kematian melalui tiga perkara yaitu muntah darah,
limpa rusak, dan kanker hati. Albumin, menurut Dahlan yang datang ke
Universitas Brawijaya menggunakan helikopter pribadinya, merupakan salah
satu obat yang berjasa ”menunda kematian” baginya. ”Saya tahu albumin
tidak akan menyembuhkan saya, saya hanya membutuhkannya untuk menolong
saya sembari menunggu donor hati”, kata dia. Kala itu, ia mengaku
mendapatkan informasi dari internet tentang albumin, ikan gabus dan
pakar yang mendalaminya, Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS. Ikan gabus
tersebut, menurutnya biasa menjadi santapan kesehariannya ketika masih
tinggal di Kalimantan dengan harga yang sangat murah. ”Menu sarapan
keseharian saya di Kalimantan adalah nasi kuning yang ditemani ikan
haruan”, kata dia. Ketika ia tahu bahwa ikan gabus mengandung Albumin
yang dapat membantu sirkulasi darahnya, istrinya yang bertugas setiap
hari mencarikan ikan tersebut sehingga tahu betul karakteristik fisik
ikan gabus.
Dahlan Siap Donorkan Semua Organ
Peluncuran Buku Ganti Hati di Marriott
SURABAYA – “Saya siap mendonorkan seluruh bagian tubuh saya jika memang dianggap kondisinya masih layak untuk didonorkan.”
Pernyataan
itu disampaikan Dahlan Iskan, chairman sekaligus CEO Grup Jawa Pos,
dalam acara peluncuran dan bedah bukunya, Ganti Hati, di Hotel JW
Marriott kemarin siang. Acara yang dimulai sekitar pukul 13.00 itu
mendapat sambutan antusias dari ratusan undangan. Sejumlah tokoh, mulai
pejabat Pemprov Jatim (Wagub Soenarjo dan Sekdaprov Soekarwo), Pemkot
Surabaya (Wawali Arief Afandi), beberapa direktur rumah sakit, termasuk
Direktur RSU dr Soetomo (Dr Slamet Riyadi Yuwono DTMH), hadir di acara
itu. Tak ketinggalan, sesepuh Jatim yang juga mantan Gubernur Jatim H M.
Noer dan Rektor Unair Prof Dr Fasichul Lisan berada di antara undangan.
Sejumlah
pengusaha papan atas di Jawa Timur juga hadir. Antara lain, Alex Tedja
dan istrinya, Melinda Tedja (bos Grup Pakuwon), Teguh Kinarto (bos Grup
Podo Joyo Masyhur), Erlangga Satriagung (ketua Kadinda Jatim), serta
Henry J. Gunawan (bos PT Surya Inti Permata). “Terlalu banyak orang
penting yang hadir di sini sehingga saya tak bisa menyebutnya satu per
satu,” kata Dahlan yang kemarin mengenakan batik lengan panjang,
mengawali sambutannya.
Buku
Ganti Hati merupakan kumpulan catatan bersambung Dahlan yang dimuat
berturut-turut di Jawa Pos hingga 32 hari. Isinya menceritakan seputar
pengalamannya menjalani transplantasi liver di Tianjin First Center
Hospital, Tiongkok. Buku tersebut juga berisi respons pembaca atas
tulisan bersambung itu yang disampaikan melalui SMS, sekaligus jawaban
dari Dahlan. Kemarin, buku tersebut di-launching. Acara selama dua jam
lebih itu berlangsung gayeng. Itu karena acara tersebut memang penuh
dengan humor segar. Sang pembawa acara, Butet Kartaredjasa, tampil
pertama dengan celetukannya yang khas. “Acara ini sangat istimewa.
Gara-gara acara ini, seorang presiden turun jabatan menjadi MC,” kata
Butet yang memang dikenal sebagai Presiden SBY (Si Butet Yogya) di
Republik Mimpi itu. Kontan, celetukan Butet disambut tawa ger-geran
hadirin.
Yang
juga berperan penting membawakan acara sehingga berlangsung gayeng
adalah moderator Dr dr Suhartono DS SpOG. “Saya kenal Pak Dahlan sejak
30-an tahun lalu, ketika masih sama-sama merasakan sulitnya mencari
makan,” kata Suhartono. “Mungkin karena itu, saya lantas ditunjuk
sebagai moderator.”
Sebelum
menjawab berbagai pertanyaan dari para undangan, Dahlan diberi
kesempatan bercerita singkat seputar pengalamannya menjalani
transplantasi. Dahlan mengatakan, sampai saat ini, dirinya mengaku
paling sulit jika harus menjawab pertanyaan apakah dirinya sudah sembuh?
“Sulit dijawab karena, terus terang, saya bingung. Apanya yang sembuh?
Karena bagian yang sakit itu (liver) sudah dibuang,” kata bapak dua anak
itu. Mungkin, lanjut Dahlan, maksud pertanyaan itu, apakah sambungan
untuk liver barunya sudah benar-benar kuat sehingga liver yang baru
tidak akan jatuh? “Lho… nggak jatuh kan?” ujar Dahlan, sambil
meloncat-loncat, disambut tepuk tangan undangan. Maksudnya, meski dia
meloncat-loncat, liver barunya tidak bakal jatuh.
Dalam
kesempatan itu, Dahlan juga menuturkan pengalamannya yang tidak sempat
ditulisnya di catatan bersambung yang dimuat di Jawa Pos. Diceritakan,
malam ketika akan transplantasi, Dahlan bertanya kepada dokter, apa
kesulitan operasi yang akan dijalaninya. “Dokter bilang tidak ada
kesulitan sama sekali,” katanya. Dahlan menceritakan, suasana pada malam
sebelum operasi itu, menurut cerita keluarganya, terasa menegangkan.
Salah satu yang membuat tegang terkait dengan liver baru yang akan
didonorkan untuk Dahlan. “Liver baru itu sangat bagus kondisinya. Masih
segar karena baru diambil beberapa jam dari tubuh pendonor,” ujarnya.
Karena kondisinya yang sangat bagus itu, timbul kekhawatiran di kalangan
keluarga dan kerabat dekat Dahlan, jangan-jangan liver itu dicuri atau
diserobot orang. “Karena saking khawatirnya, liver baru itu sampai
dijaga ketat Robert Lai dan Bu Melinda Tedja bersama suaminya,” katanya.
Kata Dahlan, wajar keluarga dan kerabat dekat sampai khawatir karena
liver baru memang sangat menentukan keberhasilan transplantasi di
samping faktor-faktor lain.
Sesudah
Dahlan memberikan pengantar seputar pengalamannya menjalani
transplantasi, dibuka termin tanya jawab. Satu per satu pertanyaan
meluncur dari para undangan. Pertanyaan pertama dilontarkan dr Purwadi
SpA (K), salah seorang dokter ahli bedah anak yang sukses mengoperasi
bayi kembar siam dengan pisau seharga Rp 500 juta. “Kenapa mengganti
hati sampai ke China?” tanya Purwadi. “Di sini, dokter-dokternya
sebenarnya bisa melakukan operasi transplantasi. Kemampuan punya, alat
ada, tinggal keberanian saja, Pak,” katanya.
Penanya
lain, Prof Dr dr Sunaryo Hardjowijoto SpBU, menyambung, “Apa sih yang
membuat China begitu maju teknologi kedokterannya? Padahal, yang saya
tahu, kemampuan bahasa Inggris para dokter di sana kurang bagus,”
ujarnya. Dahlan mengatakan,
soal kemampuan dan pengetahuan, dia yakin, dokter-dokter di tanah air,
khususnya di Surabaya, tidak akan kalah dengan dokter-dokter di
Tiongkok. “Yang membuat kita kalah dengan Tiongkok, mungkin, hanya
keterampilan. Mereka jauh lebih terampil daripada kita karena mereka
sudah sering sekali melakukan operasi transplantasi. Keterampilan sangat
tergantung sering-tidaknya melakukan,” paparnya. Dahlan menceritakan,
dokter yang menanganinya sudah melakukan operasi transplantasi lebih
dari 800 kali.
Dahlan
mengaku sangat ingin dokter-dokter di tanah air, terutama di Surabaya,
seterampil dokter-dokter di Tiongkok dalam melakukan operasi
transplantasi liver. “Saya sudah menjajaki kemungkinan untuk
mendatangkan dokter yang mengoperasi saya ke Surabaya untuk berbagi
pengalaman dengan dokter-dokter di sini. Dan prinsipnya, tawaran saya
ini disambut baik oleh pihak RS di Tianjin,” katanya. “Kalau perlu,
dokter dari Tianjin itu nanti ikut dalam operasi transplantasi liver
yang akan dilakukan di sini,” lanjutnya. Soal sangat jarangnya operasi
transplantasi organ dilakukan di Indonesia, terutama di Surabaya,
dilontarkan dr Abdul Razak Bawazier SpB. “Di Arab Saudi, operasi
transplantasi organ sangat sering dilakukan dan tidak menemui kendala
karena faktor dukungan pemimpinnya,” katanya.
“Ada
salah satu pejabat kerajaan, yang juga kerabat dekat raja, yang
menyatakan siap mendonorkan bagian tubuhnya jika dia mati,” paparnya.
“Sekarang ini, saya ingin tahu, apakah di antara kita yang hadir di sini
bersedia menyatakan diri untuk mendonorkan organnya kepada orang lain
jika mati?” tanya dia. Menanggapi lontaran dr Razak tersebut, Dahlan
menyatakan kesiapannya untuk mendonorkan mana saja bagian tubuhnya jika
meninggal. “Kata dokter yang memeriksa saya, bagian tubuh saya yang
paling bagus adalah paru-paru,” katanya, disambut tepuk tangan ratusan
undangan. (kit)
Beri Penghargaan Khusus
Di
acara tersebut, dr Pranawa Sp.PD, anggota tim transplantasi RSU dr
Soetomo, yang juga tampil di panggung bersama Dahlan menyinggung
terbentuknya organisasi berskala nasional, yang untuk sementara bernama
Perhimpunan Transplantasi Indonesia. Organisasi ini baru terbentuk
sekitar sebulan lalu di Graha Pena, Jawa Pos. Yang hadir di acara
pembentukan tersebut, sejumlah dokter yang juga anggota tim
transplantasi dari RSU dr Soetomo serta anggota Perhimpunan
Transplantasi Surabaya (PTS).
Kemarin,
anggota PTS yang sebagian besar merupakan pasien transplantasi, juga
hadir. Di antaranya ada yang diberi kesempatan untuk menceritakan
pengalamannya di depan ratusan undangan. Lebih lanjut Pranawa
mengatakan, Perhimpunan Transplantasi Indonesia itu dibentuk sebagai
pengembangan dari organisasi yang sudah terbentuk sebelumnya di Surabaya
(PTS). Dalam perjalanannya, PTS tak belum optimal, terbentur dengan
berbagai kendala dan faktor perhambat. Antara lain, karena anggotanya
mayoritas adalah pasien pascatransplantasi.
“Kita
berharap, organisasi yang diketuai Bu Nany Wijaya (Direktur Jawa Pos)
ini bisa berkembang lebih baik,” kata Pranawa, disambut tepuk tangan.
Mengapa ketuanya tidak dipilih dari kalangan medis? Sebab, kata Pranawa,
dalam hal ini, kalangan lain juga sangat dibutuhkan peranannya dalam
menyosialisasikan pentingnya transplantasi organ. “Bu Nany Wijaya, meski
bukan dokter, tapi dedikasinya, pengalamannya, perannya di seputar
transplantasi organ sudah teruji,” katanya. Nany Wijaya memang memulai
karirnya sebagai wartawan dengan menjadi wartawan kesehatan. Salah satu
liputannya, sekitar 13 tahun lalu, dia menulis di Jawa Pos pengalamannya
ketika mengikuti jalannya operasi transplantasi liver mantan Wagub
Soeprapto di Australia. Saat Nurcholish Madjid transplantasi hati, Nany
juga menuliskan kisah rinci peristiwa medis itu.
Dahlan
juga memberikan penghargaan khusus kepada beberapa orang yang dinilai
berperan penting selama dia menjalani proses transplantasi liver.
Penghargaan khusus itu diberikan kepada 10 orang. Mereka adalah Prof Dr
Boediwarsono SpPD KHOM, dr Adi Pangestu SpPD-KGEH, Taufiq Ismail,
Melinda Tedja, Prof Dr Ir Eddy Suprayitno, Dra Indirawati, Omi
Nurcholish Madjid, Robert Lai, Nany Wijaya, dan Fu Shui Jen (Konjen
Tiongkok di Surabaya). Sayang, Taufiq dan Eddy Suprayitno tidak bisa
hadir. Taufiq karena sakit, dan Eddy peneliti kutuk alias ikan gabus,
penghasil albumin dari Unibraw itu terjebak macet di Porong karena demo
warga atas lumpur Lapindo.
Robert
Lai dan Melinda Tedja berjasa, karena merekalah yang dengan susah payah
telah menjaga liver baru agar tak diserobot orang lain. Dahlan tidak
bisa menahan emosinya ketika mengungkapkan penyesalannya yang mendalam
terhadap Omi Nurcholish Madjid (istri almarhum Nurcholish Madjid). “Saya
tidak tahu kalau Cak Nur operasi di Tiongkok. Jika tahu pasti saya
bantu,” ucapnya sambil menahan isak tangis. Sesaat suasana haru memenuhi
ruangan.
Dahlan
juga menghaturkan rasa terima kasihnya kepada Nany Wijaya yang telah
melakukan riset terhadap penyakit yang dideritanya. “Untuk usaha riset
yang dilakukannya dengan browsing di internet dan memenuhi ruangannya
dengan tumpukan buku-buku,” ujarnya. Termasuk penghargaan yang
diberikannya terhadap Fu Shui Jen Konjen Tiongkok yang telah mempermudah
keluarganya dalam mendapatkan visa. (kit)
Ketika
dirawat di China, Dahlan mengaku kesulitan mendapatkan jenis ikan
tersebut. ”Ketika seorang sahabat di Cina memberikan dua ember ikan,
istrinya yang memang sudah tahu betul karakteristik fisik ikan gabus
langsung menolak. ”Ini bukan ikan gabus. Kalau di Kalimantan ini disebut
ikan tomang”, ujarnya sambil menirukan perkataan istrinya.
Berpengalaman menghadapi hepatitis
B, ia teringat seniornya, Nurcholish Madjid, yang meninggal karena
penyakit yang sama. ”Orang yang meninggal dengan mengidap hepatitis B
biasanya warna mukanya menghitam. Saya sangat tidak terima jika sebagian
orang menghakimi kematian seseorang dengan muka menghitam karena
hepatitis B merupakan indikasi azab dari Yang Maha Kuasa”, ujarnya.
”Kita tidak bisa menghakimi jika tidak mengerti riwayatnya. Mao Tse Tung
itu meninggal dengan raut muka putih bersih walaupun ia pemimpin partai
komunis”, ujarnya.
Pameran
Produk Perikanan Serangkaian dengan acara Fisheries Technology Fair
2008, pada saat yang sama juga diselenggarakan Pameran Produk Perikanan
di lantai dasar gedung Widyaloka. Dalam acara tersebut, beberapa produk
perikanan diperjualbelikan, di antaranya rambak ikan, bakso ikan,
manisan dan minuman rumput laut, sari ikan kutuk “Alkuten”, dll. Salah
seorang peserta, Karnadi, yang telah lebih dari 10 tahun menggeluti
bisnis pengolahan hasil perikanan juga turut ambil bagian dalam
kesempatan tersebut. Produk berbasis ikan tuna dipasarkan dengan merk
“Mina Sari”. Di antara produk yang diminati para pembeli adalah abon
ikan tuna, ikan tuna bakar, bakso dan nugget ikan tuna, dendeng dan
sambal goreng ikan tuna.
Ikan
gabus atau Channa striatus atau yang dikenal dengan nama lain
Ophiocephalus striatus tersebut di Malaysia disebut pula haruan. Sejak
tahun 1931, dalam literatur Malaysia telah menganjurkan pengobatan luka
dengan haruan. Kemudian, perguruan tinggi di Malaysia hingga kini pun
terus meneliti khasiat haruan dan memang di dalam haruan mengandung
semua asam amino esensial dan asam lemak unik yang mampu mempercepat
penyembuhan luka.
Penelitian
ikan haruan sebagai obat penyembuh luka di Indonesia sangat minim.
Publikasi penelitian ikan haruan untuk obat di Indonesia baru terpantau
dalam penelitian Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS awal Januari 2003 lalu.
Dengan penelitian yang mengungkap pemanfaatan ekstrak ikan gabus sebagai
pengganti serum albumin yang biasanya digunakan untuk menyembuhkan luka
operasi, Eddy meraih gelar profesor pertama di Fakultas Perikanan dan Termuda di Universitas Brawijaya Malang.
Dalam
penelitian itu disebutkan, untuk memanfaatkan ikan haruan sebagai obat,
ikan gabus diambil ekstraknya dengan mengukusnya, lalu menampung
airnya. Air ekstrak itu langsung diminumkan ke pasien yang baru
dioperasi. Dengan cara itu, luka akan sembuh dalam tempo tiga hari lebih
cepat dibandingkan dengan serum albumin. Dengan ekstrak haruan itu
biayanya akan jauh lebih murah, perbandingannya jika dengan serum
albumin harganya Rp 1,3 juta, maka dengan ikan gabus sekitar Rp 500.000.
Penelitian
di Indonesia masih terus mengembangkan pembuatan ekstrak untuk obat
oles atau serbuk untuk obat luar. Sementara di Malaysia, pembuatan krim
dan tablet tersebut sudah dilakukan sejak dulu kala.Pusat Pengajian
Sains Farmasi Universiti Sains Malaysia (USM) telah menghasilkan tablet
dan krim obat luka tahun 1999 dan sekaligus menjadikan Prof Madya Dr
Saringat Baie sebagai orang pertama yang menghasilkan tablet dari ikan
haruan. Menurut Saringat Baie, haruan mempunyai asam amino dan lemak
yang dapat menyembuhkan luka dalam perut serta amat baik untuk mengobati
penyakit gastrik. Syaratnya, haruan tersebut harus haruan liar dan
bukan haruan yang dibudidayakan.”Produk herba dalam bentuk krim dapat
menyembuhkan luka apabila dioles segera ke tempat luka. Untuk yang
berbentuk tablet dapat digunakan untuk kesehatan wanita, terutama
setelah bersalin,” kata Saringat Baie seperti dikutip harian Metro
Malaysia awal tahun 2000.
Di
Malaysia, penelitian terhadap ikan-ikan lokal untuk kemungkinan obat
tidak hanya dilakukan terhadap haruan. Ikan dari keluarga haruan seperti
toman (Channa micropeltes) dan bujuk (Channa lucuis). Ikan toman
sendiri di Kalimantan Selatan juga terkenal dan biasanya bisa
menggantikan ikan haruan untuk teman makan ketupat kandangan.
Amerika Serikat boleh jadi merupakan negara yang yang paling geregetan dengan sepak terjang ikan gabus ( Ophiocephalus striatus
). Sampai-sampai ikan yang dikenal sebagai snakehead itu dijuluki
frankenfish. Ketenarannya nyaris menyamai Usamah bin Ladin dan Amrozi.
Maklum, di sana gabus terkenal rakus. Menyantap berbagai ikan dan semua
binatang kecil lainnya sehingga mengancam jagat perikanan komersial
Amerika. Menteri Dalam Negeri Gale Norton pun turun tangan. Departemen
yang dipimpinnya lantas melarang impor 28 spesies ikan gabus. Kini lebih
dari 13 negara bagian di Amerika mengeluarkan undang-undang yang
melarang warganya memiliki ikan gabus. Jika melanggar, dendanya pun tak
tanggung-tanggung: Rp 100 juta. Untuk lebih jelasnya bentuk ikan gabus
di Amerika dapat dilihat gambar berikut ini.
Untunglah Indonesia tak seperti Amerika dalam memperlakukan ikan gabus. Ikan gabus atau kutuksebutan localdi
negeri ini naik kelas dari ikan yang menakutkan menjadi salah satu
bahan pangan alternatif di bidang kesehatan. Pasalnya, ekstrak ikan
gabus berfaedah mempercepat pemulihan pasien yang baru dioperasi. Sebab
gabus diketahui memiliki kandungan albumen dengan protein lengkap
dibanding jenis ikan lainnya. Albumen merupakan protein di dalam plasma
yang berfungsi dalam pembentukan jaringan sel baru. Karena itu di dalam
ilmu kedokteran, albumin dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan
jaringan sel tubuh yang terbelah akibat operasi.
“Ikan
gabus dikukus selama 60 menit lalu disaring airnya dan langsung
diminumkan ke pasien yang baru dioperasi,” katanya kepada Tempo News
Room di Malang, kemarin. Hasilnya? Pasien bisa sembuh lebih cepat. Luka
operasinya menutup dalam waktu delapan hari tanpa efek samping.Sebetulnya,albumin bisa diperoleh dari telur. Ia lalu membandingkankannya
dengan kasus yang sama dimana pasien diberi diet 15 butir telur per
hari selama delapan hari. Hasilnya kadar albumin normal lukapun pulih.
Tapi akibatnya kadar kolesterol pasien meningkat tajam. Kelebihan
lainnya, ekstrak ikan gabus lebih murah ketimbang serum albumin. Bila
memakai serum albumin rata-rata pasien merogoh kocek Rp 3,9 juta, dengan
ikan gabus cukup Rp 480 ribu saja. “Dengan uang sebesar itu pasien bisa
memperoleh 24 kilogram ikan gabus untuk delapan hari. Ekstraknya
diminum, dagingnya mengenyangkan,” kata ilmuwan yang meneliti albumin
pada ikan gabus sejak 1995 itu. Kini Eddy, sedang giat meneliti manfaat
ekstrak ikan gabus sebagai obat luar, baik oles maupun serbuk.
Ingin Naikkan Albumin, Berburu Banyak Ikan KutukSETELAH hati mantap melakukan transplantasi, barulah saya menentukan langkah.
Ada tiga yang harus dipertimbangkan. Kehebatan dokter, kesediaan donor,
dan ketepatan rumah sakitnya. Dari situ baru kami tentukan tempatnya.
Tiga faktor itu saya sebut sebagai “persyaratan mutlak”. Lalu masih ada
sejumlah “persyaratan keinginan”. Misalnya, kedekatan dengan Indonesia,
kedekatan budaya, dan kedekatan bahasa.
Saya
sudah terbiasa, dalam setiap akan mengambil keputusan, menjalankan satu
proses yang disebut problem solving. Satu proses untuk melakukan
pembobotan dan penilaian atas semua pilihan. Lalu mengalikan bobot dan
nilai. Hasil perkalian tertinggi, itulah pilihan terbaik. Saya pernah
disekolahkan untuk itu di Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen
(LPPM) ketika saya masih jadi wartawan majalah berita mingguan TEMPO.
Proses manajemen itu kemudian saya bawa juga ke dalam jurnalistik. Saya
ajarkan sebagai doktrin di Jawa Pos. Itulah yang membedakan wartawan
Jawa Pos dengan wartawan lain. Wartawan Jawa Pos harus menjalankan ’10
rukun iman’ atau ’Ten Commandments” yang saya tentukan. Itulah salah
satu sumbangan ilmu manajemen ke dalam praktik jurnalistik di Jawa Pos.
Tentu hal ini tidak diajarkan di fakultas publisistik atau di akademi
wartawan. Mungkin tidak akan diakui sebagai salah satu teori
jurnalistik, tapi saya tidak peduli. Proses yang sama saya terapkan
dalam melakukan analisis problem-solving atas tekad saya yang sudah
mantap melakukan transplantasi liver. Maka, tim menyeleksi dokter-dokter
ahli transplantasi di dunia: Australia, Amerika, Jepang, Singapura,
Belanda, dan Tiongkok. Dari masing-masing negara kita pilih satu nama.
Kita pelajari track record-nya. Juga, terutama, umurnya. Saya ingin
dokter yang berpengalaman, tapi masih muda. Tangan anak muda, menurut
logika saya, akan lebih firm ketika memegang pisau bedah. Saya memang
sangat pro anak muda. Saya percaya hanya yang muda yang bisa diajak
balapan di segala bidang.
Proses itulah yang lantas kami memilih
dokter ini. Umurnya masih 52 tahun dan badannya tinggi tegap.
Penampilannya meyakinkan. Urat-uratnya kukuh, mengindikasikan akan kuat
dalam menghadapi tekanan mental maupun fisik. Pengalamannya juga luar
biasa. Sudah melakukan tranplantasi liver lebih dari 500 kali. Bahkan,
sudah membukukan beberapa rekor: Rekor terbanyak, rekor transplantasi
tanpa transfusi darah, rekor transplantasi untuk pasien usia dini (3
tahun), transplantasi untuk pasien tertua (76 tahun). Dia memperoleh
pendidikan khusus untuk ini di Jepang. Boleh dikata, dialah dokter
Tiongkok yang paling jago di bidang transplantasi liver.
Tapi,
masih ada satu yang meragukan. Padahal, yang saya ragukan ini masuk
dalam ’persyaratan mutlak’. Artinya, mau tidak mau harus dipenuhi. Kalau
hanya masuk ’persyaratan keinginan’, barangkali bisa diabaikan. Apa
itu? Tempat! Apakah di Tiongkok ada rumah sakit yang bagus sekali?
Bukankah rumah sakit di sana terkenal. Untuk
ini Robert Lai memeriksa rumah sakit tempat dokter itu berada. Yakni,
di satu kota di belahan utara Tiongkok. Untuk Indonesia kota ini tidak
populer, tapi saya sudah mengenalnya dengan sangat baik. Berkali-kali
saya ke kota itu. Kunjungan pertama saya ke sana sekitar 10 tahun lalu.
Hasil kunjungan Robert Lai sangat memberi harapan. Khususnya tower yang
baru. Sangat bersih dan terawat. Alat-alatnya juga amat modern. Dan,
reputasinya yang tinggi sebagai pusat transplantasi liver sudah sangat
terkenal. Saya sendiri pun lantas mengunjunginya. Saya langsung jatuh
cinta pada kunjungan pertama. Hati saya mantap sekali.
Masih
juga ada satu pertanyaan: maukah dia menangani saya? Ada waktukah dia?
Inilah tugas Robert berikutnya. Dan, dia selalu berhasil menjalankan
misinya. Maka sudah tidak tengok sana-sini lagi: Di sinilah saya akan
melakukan transplantasi liver. Saya mengenal baik kotanya, mengenal baik
budayanya, dan sedikit banyak sudah bisa berkomunikasi dengan
bahasanya.
Sungguh
tak terbayangkan bahwa tekad saya untuk belajar bahasa Mandarin lima
tahun lalu ternyata saya sendiri yang akan memetik manfaat terbesarnya.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kalau saya tidak bisa
sedikit-sedikit berbahasa Mandarin.
Memang,
sebagaimana yang dilakukan orang-orang Jepang dan orang dari
negara-negara Arab, bisa saja mempekerjakan juru bahasa. Namun, tidak
akan semulus kalau diri sendiri yang tahu bahasa itu. Bahkan, karena
hampir selalu berbahasa Mandarin, saya sering tidak dianggap orang
asing. Apalagi sosok saya yang sosok Asia. Bahwa kulit saya agak hitam,
banyak juga orang dari wilayah selatan atau dari Hainan yang juga
berkulit seperti saya. Robert juga langsung memesan kamar terbaik, yang
ada ruang tamunya, dapurnya, saluran internet-nya. Dia tahu saya tidak
akan bisa hidup tanpa jaringan internet. Robert juga langsung menyewa
apartemen untuk setahun, membeli mobil, mencari sopir, pembantu rumah
tangga, dan juru masak. Dia tahu belum tentu transplantasi bisa
dilakukan segera. Problem transplantasi adalah di kesediaan donor. Masa
menunggu tidak bisa ditentukan.
Keluarga
saya, dan juga Robert, tinggal di apartemen. Saya tinggal di rumah
sakit. Istri saya tidur di ruang tamu. Untuk membunuh waktu saya
memutuskan meneruskan belajar bahasa Mandarin. Dua kali sehari. Pagi 2
jam, sore 2 jam. Guo Qiang mencarikan gurunya: tiga gadis yang masih
kuliah di tahun terakhir IKIP setempat. Istri saya sering melihat
bagaimana saya belajar. Lalu dia sumpek sendiri membayangkan sulitnya.
Dia memilih mendengarkan lagu-lagu kasidah dari CD yang dia bawa. Atau
mendengarkan ayat-ayat Alquran yang kasetnya dia beli di Makkah. Yakni,
ayat-ayat mulai Al Fatihah sampai terakhir surat An Nas dari imam salat
tarawih di Masjidilharam. Sudah beberapa tahun saya dan istri selalu di
Makkah saat akhir Ramadan. Kalau akhir pekan, saya pamit ke kota lain.
Saya tahu tidak ada operasi pada Sabtu dan Minggu. Pada hari-hari
seperti itu saya terbang ke provinsi lain. Saya boleh terbang-terbang
asal masih dalam radius empat jam penerbangan. Maksudnya, kalau ada
sesuatu yang mendadak (misalnya, tiba-tiba ada donor), saya bisa kembali
segera.
Badan saya memang sangat sehat secara fisik lahiriah. Karena itu, saya sering lupa kalau di lengan saya sudah dipasangi selang kecil yang ujungnya ada di dekat jantung. Selang infus itu diperlukan kalau tiba-tiba harus transplan, sudah lebih siap. Suatu saat saya ke Kota Dalian, satu jam penerbangan dari kota ini. Di salah satu plaza di sana, ada penjual raket squash dengan bola yang diikat tali karet. Kita bisa mencoba main squash tanpa harus lari-lari mengejar bola. Saya lupa akan selang infus di lengan saya. Saya main squash cukup lama. Keesokan harinya lengan saya sakit sekali. Sepanjang selang itu (mulai dari lengan sampai dada) kemeng sekali. Suatu malam saya tidak bisa tidur. Pasien dari negara Arab di sebelah kamar saya berteriak-teriak sepanjang malam. Apakah dia sudah terkena kanker? Apakah kankernya sudah sampai ke kepala sehingga mengganggu otaknya?
Badan saya memang sangat sehat secara fisik lahiriah. Karena itu, saya sering lupa kalau di lengan saya sudah dipasangi selang kecil yang ujungnya ada di dekat jantung. Selang infus itu diperlukan kalau tiba-tiba harus transplan, sudah lebih siap. Suatu saat saya ke Kota Dalian, satu jam penerbangan dari kota ini. Di salah satu plaza di sana, ada penjual raket squash dengan bola yang diikat tali karet. Kita bisa mencoba main squash tanpa harus lari-lari mengejar bola. Saya lupa akan selang infus di lengan saya. Saya main squash cukup lama. Keesokan harinya lengan saya sakit sekali. Sepanjang selang itu (mulai dari lengan sampai dada) kemeng sekali. Suatu malam saya tidak bisa tidur. Pasien dari negara Arab di sebelah kamar saya berteriak-teriak sepanjang malam. Apakah dia sudah terkena kanker? Apakah kankernya sudah sampai ke kepala sehingga mengganggu otaknya?
Paginya
dia berteriak-teriak lagi. Saya mencoba menengoknya. Tahulah saya bahwa
dia masih diikat di ranjang. Ini penting untuk kesehatannya sendiri.
Ternyata dia berontak karena ada janji, pagi-pagi ikatan sudah akan
dilepas. Tapi, ternyata tidak. Rupanya rumah sakit masih khawatir dia
akan berontak sehingga terus diikat. Siangnya, saya tahu lebih jelas
mengapa dia berontak. Ini saya ketahui setelah saya bicara kepadanya
dalam bahasa Arab. Dia memang tidak bisa berbahasa Inggris. Bahasa Arab
saya sudah banyak yang hilang sehingga perlu waktu lama untuk mengingat
banyak kata yang jarang dipakai. Ternyata pasien itu ingin menelepon
keluarganya, tapi tidak diizinkan. Yang tidak mengizinkan adalah kerabat
yang menunggunya. Mungkin untuk menghemat pulsa, mungkin juga karena
sering telepon memang tidak baik bagi pasien seberat dia. Ketika
penunggunya lagi pergi, dan melihat saya bisa bicara Arab, dia minta
tolong saya untuk memberi tahu perawat agar membantunya menelepon
keluarga. Dia lantas menyodorkan hand phone yang rupanya tidak dibawa
pergi oleh penunggunya. Ternyata dia juga sudah mengantongi secuil
kertas lusuh berisi nomor telepon.
Tapi,
angka-angka itu angka Arab. Dia mendiktekannya ke suster dengan bahasa
Inggris yang amat tidak jelas. Tapi, setiap kali nomor itu dihubungi
selalu gagal nyambung. Dia mulai kesal dan uring-uringan. Akhirnya saya
rayu dia untuk memberikan cuilan kertas itu. Tahulah saya bahwa angka
yang dipijit kurang satu digit. Mengapa? Ini karena ada satu titik di
belakang angka-angka itu. Suster tidak tahu dan pasien juga tidak jelas
melihatnya. Saya menyarankan agar menambah “nol” di pijitan terakhir.
Titik, dalam huruf Arab, berarti nol. Ternyata nyambung. Luar biasa
senangnya. Sambil menunggu dan menunggu, saya terus menjaga kondisi.
Badan saya harus sehat. Saya melakukan senam dan tidak mengenakan baju
pasien. Para suster bilang bahwa saya ini bukan seperti orang sakit.
“Saya memang tidak sakit. Saya hanya perlu transplantasi liver,” gurau
saya kepada mereka.
Dalam
masa penantian itu saya tidak boleh terkena flu. Karena flu saja bisa
mengurangi potensi kesuksesan transplantasi. Saya juga harus menjaga
agar protein di darah saya, terutama albumin, tidak terus merosot. Untuk
menambah protein banyak sumbernya. Mulai daging, putih telur sampai
ikan. Tapi, meningkatkan albumin luar biasa sulitnya. Berminggu-minggu
kami mendalami internet untuk mengetahui makanan apa saja yang bisa
menaikkan albumin. Tidak ketemu. Di Tiongkok, yang biasa menyediakan
menu ribuan macam di internet mereka dalam bahasa Mandarin, juga tidak
ditemukan satu pun jenis makanan yang dimaksud. Satu-satunya sumber
albumin adalah sahabat kecil saya dulu di desa: ikan kutuk. Di
Kalimantan disebut ikan gabus. Dalam bahasa Inggris dikatakan “ikan
kepala ular”, karena bentuknya seperti ular yang amat pendek.
Saya
menghubungi guru besar Unibraw, Malang, Prof Eddy Suprayitno.
Satu-satunya orang yang melakukan penelitian terhadap ikan kutuk.
Setelah penjelasannya meyakinkan, mulailah saya minta istri saya berburu
kutuk setiap hari. Penjual ikan di Pasar Rungkut hafal betul dengan
istri saya. Entah sudah berapa ton saya mengonsumsi sop kutuk. Saya lupa
bertanya apakah Prof Suprayitno sudah mematenkan penelitiannya dan
memikirkannya untuk sebuah industri. Yang saya tahu kehidupan Prof
Suprayitno amat sederhana, sebagaimana umumnya guru besar di Indonesia.
Di Tiongkok, peneliti seperti itu jadi kaya raya. Satu orang yang
meneliti satu jenis tanaman liar yang disebut ’tear drop’ (di desa saya
dulu disebut manikan, sering untuk tasbih) kini menjadi orang terkaya
nomor 200 di Tiongkok. Sebab, buah manikan ternyata mengandung khasiat
antikanker. Seorang peneliti padi yang dulu hidup di desa selama 20
tahun, kini menjadi pemegang saham perusahaan pembibitan dengan aset
triliunan rupiah.
Ikan
kutuk ternyata tidak ada di tempat lain. Jadi amat berharga. Tapi,
karena saya akan tinggal lama di Tiongkok, tentu saya akan kesulitan
membawa kutuk ke sana. Lalu muncul di pikiran, masak tidak ada kutuk di
Tiongkok. Maka saya mencari kutuk di sana. Di setiap kota yang saya
singgahi saya perlukan untuk mengunjungi pasar ikannya: di Nanchang, di
Nanjing, di Wuhan, di Harbin, di Dalian, di Qingdao, dan seterusnya.
Tapi, saya tidak menemukannya.
Nanchang adalah nama sebuah pelosok desa yang menggambarkan di desanya banyak ikan kutuk / ikan gabus. Disana teman saya tinggal dansaya
pernah ke desa itu sebelum tahu bahwa saya punya sirosis. Ketika saya
ke Nanchang, dia datang dengan bapaknya sambil membawa satu ember ikan.
Dia naik kendaraan umum selama satu jam untuk bisa sampai ke kota. Bapak
teman saya, dengan bahasa daerah yang tidak saya mengerti, menjelaskan
panjang lebar bagaimana satu hari tadi dia berusaha mencari ikan satu
ember itu. Saya berterima kasih padanya. Saya mengatakan “benar”, itulah
ikan yang saya cari. Tapi, sebenarnya bukan. Bentuknya memang persis
kutuk, tapi bukan kutuk. “Kutuk Tiongkok” ini lebih hitam. Karena itu,
di sana disebut “hei yu” -”hei” artinya hitam, “yu” artinya, Anda bisa
menduga sendiri. Kandungan daging “hei yu” tidak sama dengan kutuk di
Jawa.
Apalagi di daerah Kalimantan.
Kutuk, yang di sana disebut ikan gabus, sangat banyak. “Hei yu” juga
banyak. “Hei yu”, yang kalau di Kalimantan disebut ikan tomang, juga
bisa tumbuh besar sampai kuat merusak perahu kayu kecil-kecil. Tapi,
dagingnya hambar. “Hei yu” di Kalimantan lebih banyak dimanfaatkan untuk
ikan asin. Sedangkan ikan gabus yang manis, enak sekali dimasak bumbu
bali, dimakan dengan nasi kuning. Selama di Tiongkok saya kesulitan
sumber albumin ini. Padahal, mempertahankan albumin menjadi amat
penting. Dalam keadaan normal, liver bisa memproduksi albumin. Tapi,
karena liver saya rusak, sungguh sulit mengatasinya. Akhirnya, agar
badan tetap sehat, saya memutuskan untuk selalu makan banyak. Enak tidak
enak sudah tidak penting lagi. Badan saya harus sehat menghadapi
operasi besar. Ibaratnya saya harus seperti kerbau yang akan dijual
untuk disembelih: Harus sehat dan gemuk.
2.3. Protein Ikan Gabus Perairan Tawar (Sungai), Danau dan Payau
Ikan
gabus adalah jenis predator yang mempunyai penyebaran luas yang secara
alami dapat hidup di danua sungai, rawa, payau, dan sawah.
Ikan Gabus Sungai
Sungai
secara alami terbentuk oleh sumber air tanah atau permukaan tanah.
Susunan kadar garam terlarutnya rendah. Suhu air berfluktuasi tetapi
suhu lapisan atas dan bawah hampir seragam yaitu sekitar 24-29oC. Pada suhu relatif normal (24-29oC)
nafsu makan ikan cenderung rendah sedangkan energi dari protein yang
digunakan untuk metabolisme lebih banyak sehingga kandungan protein ikan
gabus sungai lebih sedikit. Selain itu, rendahnya protein ikan gabus
sungai juga disebabkan oleh jenis makanan yang dimakan sebagian besar
adalah fitoplankton seperti Chloropohyta spesies Closteriopsisi spp., dan Rhizoclorium sp. Sedangkan dari jenis Cryophyta di dapat spesies Chroomonas sp (Brotowijoyo, dkk., 1999).
Ikan Gabus Danau
Komunitas
ikan di danua adalah khas berasal dari spesies ikan sungai. Hal ini
disebabkan karena isi danau selain dari hujan sebagian besar berasal
dari sungai. Salah satu daya dukung lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan ikan adalah fitoplankton sebagai produsen primer.
Fitoplankton yang terdapat di peraira tawar berasal dari filum
Chlorophyta dan Cryophyta. Dari jenis Chlorophyta di dapat spesies Closteriopsis spp., Closterium sp., Grasnbladia sp., dan Rhizoclorium sp. Sedangkan dari jenis Croyophyta didapat spesies Chroomonas sp. (Presscott, 1970).
Ikan Gabus Payau
Ikan
gabus perairan payau memiliki jenis protein lebih banyak dibanding ikan
gabus perairan danau karena faktor ketersediaan pakan yang lebih banyak
dalam hal gizi terutama protein, jumlah dan jenisnya dengan demikian
akan terjadi penambahan elemen struktural yang mempengaruhi perbanyakan
jumlah sel dan peningkatan volume sel (Lagler, et al., 1977).
Hasil identifikasi komponen protein ikan gabus perairan sungai, danau dan payau dapat dilihat pada tabel 5.
Protein mengandung berbagai asam amino. Asam amino dapat digolongkan dalam 2 kelompok yaitu asam amino essensial dan non essensial (Poedjiadi, 1994). Kandungan total asam amino albumin ikan gabus dengan metode pengendapan ammonium sulfat sebesar 82,586%. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada hasil pengendapan albumin ikan gabus dihasilkan 10 asam amino essensial, yaitu histidin, arginin, treonin, metionin, valin, phenil alanin, triptofan, isoleusin, leusin, lisin. Selain itu terdapat 6 asam amino non essensial, yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, dan tyrosin. Total asam amino yang terdapat pada penelitian ini adalah 16 jenis asam amino. Asam amino albumin hasil pengendapan tidak selengkap asam amino pada ekstrak albumin kasar. Karena pada ekstrak albumin kasar, terdapat 20 jenis asam amino. Hal ini dikarenakan ada beberapa asam amino yang tidak muncul pada saat pembacaan. Asam amino tersebut adalah ammonia, hidroksiprolin, prolin dan sistein. Kandungan asam amino albumin ikan gabus dengan metode pengendapan ammonium sulfat disajikan pada Tabel 6.
Keterangan :
* = asam amino essensial
Berdasarkan
hasil analisa HPLC, kada asam amino tertinggi adalah triptopan yaitu
sebesar 9,793%. Triptofan merupakan asam amino yang mempunyai rantai
cabang aromatik. Rantai cabang tersebut merupakan gugus yang tidak
bermuatan dalam pH fisioligik (Winarno, 1992). Triptopan berfungsi
sebagai prekursor nikotinamid (vitamin B) (Linder, 1992).
Protein yang dapat diidentifikasi pada endapan dan supernatan disajikan pada Tabel 7 dan 8.
Tabel 8. Jenis Protein Supernatan
Dari tabel diatas diketahui bahwa tidak semua albumin terendapkan, masih
ada jenis prealbumin yang terdapat pada supernatan. Pada endapan juga masih terdapat globulin yaitu α1 Microglobulin, Post globulin dan β2
Microglobulin. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat jenis protein
lain pada endapan albumin ikan gabus. Karakteristik protein yang
berbeda-beda menyebabkan banyak variasi prosedur pemisahan antara lain
dipengaruhi oleh kelarutan, pH, kekuatan ion, ukuran molekul dan
kekuatan tarik-menarik dengan molekul lain. Oleh karena sulitnya
mengontrol faktor-faktor tersebut maka proses pemisahan dengan
penambahan ammonium sulfat tidak dapat mengendapkan albumin secara
keseluruhan (Voet et al, 1990).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar