slide

FENOMENA IKAN GABUS

Ikan Gabus adalah sejenis ikanbuas yang hidup di air tawar. Ikan ini dikenal dengan banyak nama di berbagai daerah, diantaranya aruan, haruan (Bojonegoro), kocolan (Betawi), bogo (Sidoarjo), bayong, bogo, licingan (Banjarmasin), kutuk (Jawa), dan lain-lain.

Dalam bahasa Inggris juga disebut dengan berbagai nama seperti common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead, striped snakehead dan juga aruan. Nama ilmiahnya adalah Channa striata (Bloch, 1793).
Ikan gabus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Sebetulnya ikan gabus memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ikan gabus liar yang ditangkap dari sungai, danau dan rawa-rawa di Sumatra dan Kalimantan kerap kali diasinkan sebelum diperdagangkan antar pulau. Gabus asin merupakan salah satu ikan kering yang cukup mahal harganya. Selain itu ikan gabus segar, kebanyakan dijual dalam keadaan hidup, merupakan sumber protein yang cukup penting bagi masyarakat desa, khususnya yang berdekatan dengan wilayah berawa atau sungai.
Ikan gabus juga merupakan ikan pancingan yang menyenangkan. Dengan umpan hidup berupa serangga atau anak kodok, gabus relatif mudah dipancing. Namun giginya yang tajam dan sambaran serta tarikannya yang kuat, dapat dengan mudah memutuskan tali pancing. Akan tetapi ikan ini juga dapat sangat merugikan, yakni apabila masuk ke kolam-kolam pemeliharaan ikan (Meskipun beberapa kerabat gabus di Asia juga sengaja dikembangbiakkan sebagai ikan peliharaan). Gabus sangat rakus memangsa ikan kecil-kecil, sehingga bisa menghabiskan ikan yang dipelihara di kolam, utamanya bila ikan peliharaan itu masih berukuran kecil.
Sejak beberapa tahun yang lalu di Amerika utara, ikan ini dan beberapa kerabat dekatnya yang sama-sama termasuk snakehead fishes diwaspadai sebagai ikan berbahaya, yang dapat mengancam kelestarian biota perairan di sana. Jenis-jenis snakehead sebetulnya masuk ke Amerika sebagai ikan akuarium. Kemungkinan karena kecerobohan, maka kini snakehead juga ditemui di alam, di sungai dan kolam di Amerika. Dan karena sifatnya yang buas dan invasif, Pemerintah Amerika khawatir ikan itu akan cepat meluas dan merusak keseimbangan alam perairan.
Mengutip kompas edisi 17 Agustus 2007 Ikan gabus atau ikan kutuk (lokal) akhir-akhir ini mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya untuk bidang kesehatan. Sebab, ikan kutuk merupakan salah satu bahan pangan alternatif sumber albumin bagi penderita hipoalbumin (rendah albumin) dan luka. Baik luka pascaoperasi maupun luka bakar. Bahkan, di daerah pedesaan, anak laki-laki pasca dikhitan selalu dianjurkan mengonsumsi ikan jenis itu agar penyembuhan lebih cepat. Caranya, daging ikan kutuk dikukus atau di-steam, sehingga memperoleh filtrate, yang dijadikan menu ekstra bagi penderita hipoalbumin dan luka. Pemberian menu ekstrak filtrat ikan kutuk tersebut berkorelasi positif dengan peningkatan kadar albumin plasma dan penyembuhan luka pascaoperasi. Ikan gabus di perairan Indonesia terdiri dari dua kelompok yaitu ikan gabus biasa (Ophiocephalus striatus) dan ikan tomang (Ophiocephalus micropeltes). Ikan gabus biasa dikenal dengan nama lain yaitu haruan, bako, aruwan, tola, dan kayu (Jangkaru, 1999). Gambar ikan gabus biasa dan ikan tomang dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.


Ikan gabus selain lezat rasanya juga memiliki kandungan gizi cukup lengkap. Komposisi kimia daging ikan gabus per 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ikan Gabus per 100 gram Bahan
Sumber : Poedjiadi dan Supriyanti (2006)
Fish nugget. Konsentrasi limbah daging ikan gabus 55% dapat menghasilkan fish nugget berkualitas baik, dengan kadar protein 16,1%, kadar albumin 6,9% (Rawan, 2003).
Fenomena ikan kutuk tersebut pernah diangkat dalam satu penelitian khusus oleh Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS, guru besar ilmu biokimia ikan Fakultas Perikanan Unibraw pada 2003. Dalam penelitian berjudul Albumin Ikan Gabus (Ophiochepalus striatus) sebagai Makanan Fungsional Mengatasi Permasalahan Gizi Masa Depan, Eddy mengupas habis tentang potensi ikan gabus. “Dilihat dari kandungan asam aminonya, ikan gabus memiliki struktur yang lebih lengkap dibandingkan jenis ikan lain,” katanya kepada Radar Malang (Grup Jawa Pos) kemarin (19/9). Sayangnya, kata dia, selama ini masyarakat masih memiliki kesan bahwa makan ikan kutuk sama halnya memakan ular. Memang, penampilan ikan kutuk mirip ular. Padahal, ikan kutuk adalah ikan air tawar yang bersifat karnivora. Makanannya adalah cacing, katak, anak-anak ikan, udang, insekta, dan ketam. Ciri fisiknya, memiliki tubuh sedikit bulat, panjang, bagian punggung cembung, perut rata, dan kepala pipih, sehingga lebih mirip ular. Bagian punggung berwarna hijau kehitaman dan bagian perut putih atau krem. “Ikan kutuk bisa mencapai panjang 90-110 cm. Karena itu, tiga ekor saja bisa mencapai berat 2 kg,” ungkapnya.
Eddy menjelaskan, ikan kutuk banyak ditemui di sungai, rawa, air payau berkadar garam rendah, bahkan mampu hidup di air kotor dengan kadar oksigen rendah. Ikan jenis itu banyak dijumpai di perairan umum Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Flores, dan Ambon. Hanya, nama ikan gabus di masing-masing daerah berbeda. “Di Jawa, selain disebut kutuk, dikenal dengan ikan tomang,” kata pembantu dekan II Faperik Unibraw tersebut. Lantas, bagaimana teknis ikan gabus berperan dalam penambahan albumin. Dalam tubuh manusia, albumin (salah satu fraksi protein) disintesis oleh hati kira-kira 100-200 mikrogram/g jaringan hati setiap hari. Albumin didistribusikan secara vaskuler dalam plasma dan secara ekstravaskuler dalam kulit, otot, serta beberapa jaringan lain. “Sintesis albumin dalam sel hati dipengaruhi faktor nutrisi. Terutama, asam amino, hormon, dan adanya satu penyakit,” tegasnya. Gangguan sintesis albumin, kata Eddy, biasanya terjadi pada pengidap penyakit hati kronis, ginjal, serta kekurangan gizi. Sebenarnya, daging ikan gabus tidak hanya menjadi sumber protein, tapi juga sumber mineral lain. Di antaranya, zinc (seng) dan trace element lain yang diperlukan tubuh. Hasil studi Eddy pernah diujicobakan di instalasi gizi serta bagian bedah RSU dr Saiful Anwar Malang. Uji coba tersebut dilakukan pada pasien pascaoperasi dengan kadar albumin rendah (1,8 g/dl). “Dengan perlakuan 2 kg ikan kutuk masak per hari, telah meningkatkan kadar albumin darah pasien menjadi normal (3,5-5,5 g/dl),” ujarnya.
RADAR MALANG
Selasa, 27 Mei 2008
Ikan Kutuk Dikupas dalam seminr
MALANG – Manfaat ikan kutuk (ikan gabus) bagi pasien pasca-operasi akan dibahas tuntas pagi ini dalam seminar nasional di Universitas Brawijaya (UB). Hadir dalam seminar ini Prof Eddy Suprayitno (peneliti ikan kutuk), Endang Uriati Arief (tenaga pekarya kesehatan RSSA Malang), Sri Adiningsih (Unair), dan Dahlan Iskan (CEO Jawa Pos). Prof Eddy Suprayitno, peneliti ikan kutuk, akan menerangkan bahwa ikan gabus mengandung albumin yang lebih baik dari albumin telur. Dia akan mempresentasikan kandungan albumin dalam ikan kutuk ini. Melalui makalahnya, Eddy menjelaskan, peranan albumin begitu besar. Sayangnya, hingga saat ini albumin masih impor. Harga HAS (human serum albumin) albumin impor di RSSA Malang Rp 1,3 juta per botol (kemasan 100 ml). Dia menambahkan, albumin juga tidak hanya digunakan di dunia kesehatan. Sejauh ini telah dilakukan penelitian untuk membuktikan kalau albumin ikan gabus juga dapat dimanfaatkan untuk produksi pangan kesehatan. Seperti, ice cream, pudding, bubur, fish nugget, bakso, dan permen jelly. Sementara, Endang Uriati Arief bakal mengupas Cara Pembuatan Albumin dari ikan kutuk / gabus. Pembicara lainnya, Sri Adiningsih, akan mengupas Pemanfaatan Albumin untuk Kesehatan. Sri menmbahkan, secara fisiologis, albumin berperan untuk mempertahankan onkotik. Termasuk juga
   Albumin Ikan Gabus
Albumin adalah protein yang banyak terdapat dalam plasma. Albumin menyumbang 55-60% dari total protein plasma. Contoh albumin telur, laktalbumia, albumin serum dalam protein air dadih susu, leukosin serealia dan legumen dalam biji polong (de Man, 1997). Albumin merupakan protein globuler yang larut dalam air dan garam encer, terkoagulasi oleh panas dan mengendap pada amonium sulfat jenuh pada suhu 25oC, pH > 6, memiliki berat melekul + 66.000 daltons, terdiri atas 585 asam amino (pesce dan Kaplan, 1987).

 Albumin Ikan Gabus
Albumin adalah protein yang banyak terdapat dalam plasma. Albumin menyumbang 55-60% dari total protein plasma. Contoh albumin telur, laktalbumia, albumin serum dalam protein air dadih susu, leukosin serealia dan legumen dalam biji polong (de Man, 1997). Albumin merupakan protein globuler yang larut dalam air dan garam encer, terkoagulasi oleh panas dan mengendap pada amonium sulfat jenuh pada suhu 25oC, pH > 6, memiliki berat melekul + 66.000 daltons, terdiri atas 585 asam amino (pesce dan Kaplan, 1987).
Banyak sumber albumin yang yang bisa kita manfaatkan seperti telur , susu dan daging. Bagaimana dengan ikan gabus ? ikan ini dikenal juga dengan nama kutuk ,aruan, kocolan , bogo , licingan , atau dalam bahasa Inggris disebut common snakehead. Beberapa penelitian telah dipublikasikan diantaranya disampaikan oleh Prof. Doktor. Ir. Eddy Suprayitno MS, Guru Besar Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang dalam Rapat Senat Terbuka Tgl 4 Januari 2003. Lebih lanjut melalui dokter bedah Digestif dalam penelitiannya dia telah melakukan verifikasi antara Human Serum Albumin dengan Fish Albumin Ikan Gabus dan terbukti dapat mempercepat penyembuhan luka hingga 30 % (dari rerata 10 hari menjadi 7 hari).  Memang tidak semua orang suka dengan rasa dan bau amis ikan gabus. Hal ini sudah disiasati dengan cara ikan gabus dibuat ekstrak dalam bentuk bubuk lalu dimasukkan ke dalam kapsul.Penelitian ini dilakukan oleh Prof. DR. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH., SpGK., ahli gizi dari CFNH (Center for Food, Nutrition, and Health) bersama rekan-rekannya di Universitas Hasanudin, yang berhasil membuktikannya. Penelitian ini dilakukan di RS Wahidin Sudiro Husodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Setelah beberapa kali mengonsumsi ikan gabus, kadar albumin si pasien meningkat sehingga kesehatannya pun membaik lebih cepat. Beberapa penelitian juga bernada sama yaitu ada manfaat ikan gabus untuk meningkatkan kadar albumin.  Tentunya tidak hanya berhenti pada ikan gabus saja. Masih banyak jenis ikan lainnya yang belum dilakukan penelitian.Tidak hanya nilai albumin saja yang diperhatikan tetapi juga asupan gizi seimbang. Karena tubuh juga membutuhkan zat gizi dari karbohidrat, lemak,protein jenis lain, vitamin dan mineral. Dan tetap mengikuti advis dokter yang merawat.Semoga bermanfaat dan salam sehat selalu.

oleh : Endang Sukarelawati27 May 2008 18:06:33

Malang, 27/5 (ANTARA) – Hasil penelitian terbaru yang dilakukan Prof Dr Ir Eddy Suprayitno dari Universitas Brawijaya Malang disebutkan, kualitas albumin ikan gabus (ikan kutuk dalam istilah Jawa) lebih baik ketimbang telur. Perbandingan kualitas albumin ikan gabus ketimbang telur tersebut, Eddy mencontohkan, pasien pasca operasi dengan kondisi albumin yang rendah (1,8 persen) dan diberikan diet 2 kg ekstrak ikan gabus per hari mampu meningkatkan albumin darah menjadi normal dan luka menutup dalam waktu 8 hari tanpa efek samping. Sementara, pasien yang diberikan diet 15 butir telur per hari selama 8 hari, kadar albuminnya menjadi normal, namun timbul efek samping kadar kolesterol meningkat dan kondisi ini berbahaya bagi pasien yang mengalami resiko kadar kolesterol tinggi.Kontra indikasi pemberian albumin adalah keadaan dimana pemberian albumin dapat membahayakan seperti anemia berat dan gagal jantung. Untuk memperoleh “crude” albumin dengan rendemen dan kualitas yang lebih baik bisa digunakan ekstrator vakum, karena alat itu memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode pengukusan.
Protein dipanaskan pada suhu diatas 40°C menjadi tidak mantap dan mengalami denaturasi, tetapi kalau menggunakan ekstrator vakum mampu menghisap udara dalam ruang sehingga tekanan menjadi rendah serta menghirup uap air dari pelarut. Pada suhu 35°C selama 12 menit dengan ektrator vakum dapat menghasilkan “crude” albumin ikan gabus air tawar terbaik yakni 2,6 persen, protein 6,2 persen, rendemen 23,26 persen, namun albumin ikan gabus yang dihasilkan dengan ekstraktor vakum masih berupa albumin kasar. Oleh karena itu, katanya, diperlukan pemisahan protein berdasarkan kelarutannya yaitu memakai zat pelarut seperti ammonium sulfat, natrium sulfat dan magnesium sulfat. Sementara limbah padatan daging ekstraksi albumin dengan cara esktraktor vakum masih mempunyai nilai gizi cukup tinggi yaitu kadar air 79,9 persen, kadar abu 0,6 persen, lemak 1,3 persen dan protein 16,4 persen sehingga tetap layak dijadikan bahan pangan.
Selain itu, menurut Prof  Dr Thomas Joannes Moedjiharto, ikan gabus melalui albuminnya sebagai penyusun Human Serum Albumin (HSA) bisa dijadikan alternatif ketersediaan nutrisi dalam rangka memperbaiki gizi masyarakat Indonesia tanpa mengeluarkan dana besar. “Ikan gabus merupakan bahan sistesis asam amino paling unggul bila dibandingkan dengan ikan dari perairan tawar maupun laut sehingga mampu mempercepat penyembuhan luka, karena kadar zinc ikan gabus lebih tinggi bila dibandingkan dengan berbagai jenis ikan lainnya,” katanya. Ia menyarankan, anak-anak yang menderita malnutrisi atau gizi buruk dan berat badan kurang, diberikan biskuit atau suplemen dengan bahan dasar ikan gabus, karena kandungan gizi dan nutrisinya lebih tinggi dan diperkirakan mampu menambah berat badan sekitar 1 kg per bulan bagi penderita berat badan kurang.
Pemberian suplemen atau biskuit ikan gabus tersebut, katanya, bisa dimulai dari Pos Layanan Terpadu (Posyandu), Puskesmas dan rumah sakit yang merawat penderita gizi buruk termasuk ibu hamil yang kurang gizipun hendaknya juga diberi kapsul ikan gabus sebagai asupan protein dan zat besi yang dibutuhkan selama masa kehamilan. “Oleh karena itu kami hanya bisa berharap kelestarian ikan gabus di tanah air bisa terjaga bahkan bisa dibudidayakan dengan tetap menjaga kualitas yang tidak kalah dengan ikan gabus yang hidup ‘liar’ di air tawar atau sungai,” katanya menambahkan.
Albumin ikan gabus sangat bermanfaat bagi manusia. Albumin sendiri adalah protein sederhana yang larut dalam air dan larut garam encer, terkoagulasi oleh panas dan mengendap dengan penambahan ammonium sulfat jenuh (Kusnawijaya, 1987). Sedangkan menurut Neligan (1998), albumin adalah protein yang paling banyak dalam plasma, kira-kira 60% dari total plasma 3.5-5.5 g/dl. Albumin merupakan polipeptida tunggal, memiliki berat molekul 63.000-69.000, terdiri atas 585 asam amino. Struktur molekul albumin manusia.
            Dilihat dari asam amino penyusunnya, albumin termasuk protein lengkap yang dibangun oleh sejumlah asam amino esensial dan non esensial. Menurut Poedjiaji (1994), kandungan protein ikan gabus cukup tinggi dibandingkan ikan lain yaitu 25,2g/100g daging ikan gabus segar. Selain itu dikatakan oleh suprayitno, dkk (1998), bahwa ikan gabus mengandung albumin 62,24g/kg dan Zn 17,41 mg/kg. Asam amino penyusun albumin ditunjukkan dalam tabel 2.
Tabel 2. Asam Amino Penyusun Albumin Pada Ikan Gabus dan Telur
Sumber : Suprayitno, dkk (1998)
Albumin merupakan protein globular yang mempunyai 5 sifat sebagai berikut : (i) Albumin larut dalam 2,03 mol/L ammonium sulfat pada suhu 25ºC pada pH lebih besar dari 6; (ii) Kecepatan gerak dalam elektroforesa adlah 6,0 di dalam buffer berkekuatan ion 0,1 dan pH 8,6; (iii) Berat molekul albumin kira-kira 66.000 daltons dan dapat terendapkan pada kecepatan 4,5; (iv) Merupakan protein bebas karbohidrat; dan (v) Merupakan komponen utama dalam pembentukan serum normal manusia (Pesce dan Kaplan, 1987).
Albumin dalam tubuh mempunyai dua fungsi penting yaitu mengatur tekanan osmotic dalam kapiler, dan mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan ekstra sel (Montgomery et all, 1993). Albumin juga berperan dalam regulasi pergerakan air antara jaringan dan aliran darah dengan osmosis (Smith, 1990). Nilai albumin dalam plasma merupakan penentu utama penyerapan Zn dan albumin merupakan alat transport utama Zn (Mutiara, 2004).
Dalam menjalankan fungsinya yang pertama, albumin bertanggung jawab terhadap 70% tekanan osmotic koloid yang mencegah cairan keluar dari kapiler, masuk ke ruang interstisial. Tekanan osmotik koloid plasma disebabkan oleh protein, karena protein merupakan satu-satunya zat terlarut dalam plasma yang tidak mudah terdifusi ke dalam ruang terstesial (Guyton, 1976). Albumin mengangkut molekul-molekul kecil yang kurang larut air seperti asam lemak bebas, bilirubin, mengikat anion dan kation kecil, unsur muatan seperti Zndan kalsium (Montgomery et all, 1993).
Sintesis albumindilakukan oleh hati kira-kira 9-12 g per hari, sintesis meningkat dengan adanya insulin. Albumin mempunyai waktu paruh sekitar 15-20 hari (Neligen, 1998). Secara normal 150-250 mg albumin/kg berat badan disintesis tiap harinya dalam tubuh oleh manusia dewasa. Sebagian besar albumin diikat oleh reticulum endoplasma, sekitar separuh ditemukan dalam mitokondria, sebagian kecil terdapat pada nuclei dan lisosom. Sintesa albumin tidak hanya ditentukan oleh keberadaan asam amino tapi pada beberapa kondisi mungkin tergantung pada asam amino yang spesifik (Pike and Brown, 1984). Menurut Tandra, dkk, (1998), sintesis albumin dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu nutrisi terutama asam amino, hormon dan adanya suatu penyakit.
Albumin didalam tubuh didistribusikan secara vaskuler dalam plasma dan secara ekstravaskuler dalam kulit, otot, dan beberapa jaringan lain (Shargel dan Andrew, 1998). Sintesis albumin mengalami penurunan pada sejumlah penyakit, khususnya pada penyakit-penyakit hati (Murray et all, 1995). Orang yang menderita ginjal berat kehilangan sebanyak 20 mg protein plasma tiap hari selama beberapa bulan dalam urin (Guyton, 1983), sedangkan odem terjadinya mula-mula dianggap sebagai akibat turunnya kadar serum albumin. Hal ini selalu terjadi pada penderita kuashiorkor. Turunnya serum albumin akan menyebabkan turunnya tekanan darah, akibatnya terjadi perembesan cairan menerobos buluh darah masuk ke dalam jaringan tubuh, sehingga terjadi oedem (Winarno, 2002).  
Defisiensi sintesa albumin pada penyakit kronik seperti cirrhosis dapat menyababkan turunnya kadar albumin. Pada keadaan tersebut albumin akan masuk dalam rongga peritoneal dan plasma atau melalui bendungan aliran limfe dan eksudasi akibat adanya proses radang. Penurunan kadar albumin serum akan mengurangi jumlah obat yang berkaitan dengan albumin, sehingga akan meningkatkan konsentrasi obat pada tempat dimana obat tersebut bekerja (Tandra et all, 1988).
Menurut Miller (1996), beberapa kondisi patologis dapat menyebabkan penurunan konsentrasi albumin antara lain : hipoproteinemia dan proteinuria. Hipoproteinemia dan proteinuria adalah suatu kondisi patologis yang disebabkan kurangnya intake protein, pencernaan atau absopsi yang tidak kuat, peningkatan katabolisma protein dan hilangnya protein dalam bentuk urin. Kondisi ini juga dapat menyebabkan keseimbangan nitrogen yang negatife (Mutiara, 2004).Efek utama konsentrasi rendah albumin serum yan sering terjadi pada penyakit hati dan ginjal adalah oedem jaringan lunak akbibat berkurangnya tekanan osmotic koloid intravaskuler (Martin et all, 1987). Penyerapan Zn menurun bila nilai albumin darah menurun, misalnya dalam keadaan gizi berkurang atau kehamilan (Mutiara, 2004).
Menurut salah seorang Dokter spesialis gizi Nurpudji Astuti memaparkan, bagi sebagian orang, ikan gabus tak masuk hitungan lauk favorit. Untuk nelayan pun ikan gabus dianggap kurang bernilai ekonomis. Namun, di tangan dokter Nurpudji Astuti, ikan ini memiliki nilai tambah. Ikan yang tak disukai karena baunya yang amis ini, dia “sulap” menjadi suplemen makanan yang berfungsi menjaga metabolisme tubuh, menaikkan kadar albumin, dan mempercepat pemulihan kesehatan. Ikan gabus diracik sedemikian rupa, dibuat serbuk, kemudian dimasukkan dalam kapsul. Bau amis ikan yang tak disukai itu pun hilang, tak terasa lagi.Hampir semua pasien berkadar albumin rendah yang diberi suplemen dari ikan gabus ini, kadar albuminnya naik lebih cepat ketimbang pemberian albumin lewat infus. Bahkan, pasien berkadar albumin rendah yang diikuti komplikasi penyakit lain seperti TB, diabetes, patah tulang, stroke, hingga HIV/AIDS, kondisinya bisa lebih baik dengan pemberian kapsul ikan gabus.
Anak yang menderita gizi buruk dan berat badan kurang, pemberian biskuit dari bubuk ikan gabus, membuat berat badan mereka naik minimal 1 kilogram per bulan. Maka, bersama kader posyandu, petugas puskesmas dan rumah sakit yang merawat anak bergizi buruk, Pudji memberikan biskuit ikan gabus secara rutin. Ibu hamil kurang gizi juga diberi kapsul ikan gabus untuk asupan protein dan zat besi yang diperlukan selama masa kehamilan agar bayi yang dilahirkan lebih sehat.Pudji memandang albumin dalam tubuh sebagai indikasi mortalitas, morbiditas, dan metabolisme tubuh. Albumin juga berfungsi mempertahankan regulasi cairan dalam tubuh. Bila kadarnya rendah, protein yang masuk tubuh akan pecah, dan tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan, penyerapan obat-obatan yang seharusnya berfungsi menyembuhkan, tak akan maksimal.
Oleh karena itu, pasien berkadar albumin rendah diberi infus untuk menaikkan kadar albuminnya. Namun, infus itu biayanya mahal, Rp 1,4 juta setiap pemberian. Ini pun minimal harus diberikan tiga kali. Untuk pasien tak mampu, ini memberatkan.Bahkan, pasien pengguna Askes pun menanggung sendiri biaya pemberian infus baru bila kadar albumin 2,2. “Kadar albumin normal 3,5-4,5,” ujar istri Taslim Arifin itu.Kondisi tersebut membuat ibu tiga anak ini berusaha mencari bahan lain untuk menaikkan kadar albumin dengan harga terjangkau. Ahli gizi yang melakukan banyak penelitian ini pun sampai pada ikan gabus yang mengandung kadar albumin tinggi. Ikan gabus dipilih juga karena relatif mudah didapat dan harganya murah. Dalam percobaan pertama, Pudji memberi masakan ikan gabus kepada pasien di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Ikan gabus dalam bentuk makanan ini berhasil menaikkan kadar albumin. Tetapi, jumlah petugas dapur di rumah sakit kurang. Kalaupun ada, mereka kewalahan meracik ikan gabus, apalagi dengan komposisi yang dianjurkan. “Saya mencoba membuat cairan, lalu dimasukkan melalui selang makanan. Ini pun berhasil, tetapi banyak pasien yang menolak baunya,” tutur Pudji. Dia lalu mencari cara agar pemberian ikan gabus bisa lebih mudah. Bersama beberapa rekan, Pudji melakukan percobaan hingga menemukan cara, yakni membuat ekstrak ikan gabus dan memasukkannya dalam kapsul. Cara ini berhasil karena pemberiannya lebih mudah, dan pasien tak lagi menolak baunya.
Harganyarelatif terjangkau, setiap kapsul Rp 3.000. Dengan pemberian dua kapsul sekali minum, tiga kali sehari selama 10 hari, pasien mengeluarkan biaya Rp 180.000. Bandingkan dengan harga infus yang mencapai Rp 4,2 juta. Padahal, kemampuan menaikkan kadar albuminnya sama. Pudji lalu mendaftarkan permohonan paten kapsul ikan gabus dengan nomor P00200600144, berjudul produk konsentrat protein ikan gabus. Permohonan paten ini diumumkan pada 8 Maret lalu oleh Departemen Kehakiman dengan nomor publikasi 047.137.A.Dia sebenarnya meneliti ikan gabus sejak tahun 1994. Pada 2003 Pudji mulai memberikan cairan ikan gabus melalui selang makanan pada pasien di Rumah Sakit Wahidin. Tahun 2004-2005, tamatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ini membuat ikan gabus dalam bentuk kapsul.
Untuk meyakinkan dan membuktikan suplemen makanan yang dibuat itu bisa diterima di mana-mana, Pudji mengirimkan kapsul tersebut kepada rekan dokter di berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta. “Saya minta mereka memberikannya kepada pasien dengan beragam penyakit seperti luka patah tulang, stroke, gula, TB, atau gizi buruk. Hasilnya, pemberian suplemen makanan ini membuat pasien sembuh lebih cepat, dan kondisinya menjadi lebih baik,” paparnya.
Sebagai dokter spesialis gizi, Pudji resah atas maraknya kasus gizi buruk. Menurut dia, banyak pasien gizi buruk yang membaik setelah diberi biskuit ikan gabus. Sesuatu yang sebenarnya mudah didapat dan murah harganya. Kini, tinggal kemauan dan keseriusan pemerintah daerah untuk berjaringan dengan berbagai instansi, termasuk perguruan tinggi. “Saya siap membantu,” ucapnya. Apalagi, ujar Pudji, penggunaan ikan gabus untuk produksi makanan tambahan juga bisa memberi nilai tambah ekonomis bagi petambak. Ini akan lebih terasa bila produksi makin meningkat. Dia memang membuat kapsul itu dalam skala laboratorium karena penggunaannya pun masih terbatas.
Salah satu masalah di antara sejumlah masalah yang penting dalam hidup ini adalah bagaimanaorang memandang masalah. Masalah “memandang masalah” adalah sebuah masalah yang sangat penting. Tidak hanya karena semua orang pasti memiliki sejumlah masalah, melainkan juga karena di luar diri pun pasti banyak masalah.Tetapi hendaknya diingat dan selalu diingat, bahwa masalah tidak selalu harus diartikan sebagai “sesuatu yang bersifat negatif”. Segala sesuatu memiliki dua sisi. Kalau Anda melihat sesuatu negatif berdasar sudut pandang Anda, berarti sesuatu itu memiliki segi positifnya, segi yang akan memberi atau menjadi peluang yang akan dapat menghadirkan suatu perkembangan yang tidak terduga. Siapakah yang dapat melihat sesuatu itu positif, sementara orang banyak di sekeliling melihatnya negatif? Hanya “orang gila”. Berikut adalah sebuah contoh nyata yang mengagumkan dan membanggakan. Di samping lele, ikan darat yang dikenal luas dan dikonsumsi masyarakat adalah mujahir, sepat, ikan mas dan ikan gabus.  Ketidak atau kekurang populeran ikan gabus itu gara-gara bau amis yang menjadi suplemen makan yang berfungsi menjaga metabolisme tubuh, menaikkan kadar albumin dan mempercepat pemulihan kesehatan.
                     
Ikan gabus yang telah dibuat serbuk, dimasukkan ke dalam kapsul, bau amisnya tidak akan tercium lagi. Manfaatnya adalah : 1). Mampu menaikkan kadar albumin lebih cepat daripada dengan infus. 2). Kondisi pasien berkadar albumin rendah, yang juga mengidap penyakit lain, misalnya stroke, diabetes, HIV/AIDS akan membaik. 3). Menaikkan berat badan anak yang kurang gizi, kurang lebih satu kilogram tiap bulan. 4). Bayi yang akan dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi akan menjadi lebih sehat dengan diberi kapsul ikan gabus untuk mendapatkan tambahan protein dan zat besi.
            Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen. Protein yang larut dalam air dan mengendap pada pemanasan itu merupakan salah satu konstituen utama tubuh. Ia dibuat oleh hati. Karena itu albumin juga dipakai sebagai tes pembantu dalam penilaian fungsi ginjal dan salurancerna. Kalau Anda sulit membayangkan rupa albumin, bayangkanlah putih telur. Berat molekulnya bervariasi tergantung spesiesnya yang terdiri dari 584 asam amino. Golongan protein ini paling banyak dijumpai pada telur (albumin telur), darah (albumin serum), dalam susu (laktalbumin). Berat molekul albumin plasma manusia 69.000, albumin telur 44.000, dalam daging mamalia 63.000.
Albumin memiliki sejumlah fungsi. Pertama, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan metabolisme-asam lemak bebas dan bilirubuin—dan berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus diangkat melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresi. Fungsi kedua yakni memberi tekanan osmotik di dalam kapiler.Albumin bermanfaat dalam pembentukan jaringan sel baru. Karena itu di dalam ilmu kedokteran, albumin dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan jaringan sel tubuh yang terbelah, misalnya karena operasi, pembedahan, atau luka bakar. Faedah lainnya albumin bisa menghindari timbulnya sembab paru-paru dan gagal ginjal serta sebagai carrier faktor pembekuan darah.
Pendeknya, albumin memiliki aplikasi dan kegunaan yang luas dalam makanan atau pangan serta produk farmasi. Dalam produk industri pangan albumin, antara lain, berguna dalam pembuatan es krim, bubur manula, permen, roti, dan podeng bubuk. Sedangkan dalam produk farmasi, antara lain, dimanfaatkan untuk pengocokan (whipping), ketegangan, atau penenang dan sebagai emulsifier. Kadar albumin yang rendah dapat dijumpai pada orang yang menderita: penyakit hati kronik, ginjal, saluran cerna kronik, infeksi tertentu.
Kandungan dari Albumin dapat dilihat pada tabel 3
Albumin merupakan protein yang paling banyak dalam plasma kira-kira 60% dari total plasma yaitu 3,5-5,5 g/dl. Mempunyai berat molekul bervariasi tergantung spesiesnya terdiri dari 584 asam amino, albumin merupakan golongan protein yang banyak di jumpai pada telur (albumin telur), darah (albumin serum), dan susu (laktal albumin). Berat albumin molekul plasma pada manusia yaitu 69.000, telur 44.000 dan mamalia adalah 63.000. albumin dapat diendapkan dengan menambahkan ammonium sulfat berkonsentrasi tinggi 70-100% atau pengaturan pH sampai mencapai isolektrik pH. Dan dilihat dari  asam amino penyusunnya albumin ikan gabus termasuk protein lengkap yang di bangun oleh sejumlah asam amino esensial dan non esensial dan ditunjukkan pada tabel 4 :
Tabel 4: Asam Amino Penyusun Albumin
Fungsi Albumin
Banyak sumber albumin yang yang bisa kita manfaatkan seperti telur, susu dan daging. Bagaimana dengan ikan gabus ? ikan ini dikenal juga dengan nama kutuk, aruan, kocolan,bogo,licingan, atau dalam bahasa Inggris disebut common snakehead.
Albumin mempunyai fungsi biologis sebagai protein pengangkut asam lemak dalam darah. Dalam albumin plasma manusia terdiri dari 54 asam amino, yang terutama adalah asam aspartat dan glutamate dan sedikit triptofan. Albumin merupakan hamper 50% dari protein plasma dan bertanggung jawab atas tekanan osmotic pada plasma manusia(Murrey et al,1990). Lebih lanjut dikatakan bahwa tiap gram /dl albumin serum menimbulkan tekanan osmotik sebesar 5,54 mmHg sedangkan globulin serum hanya 1,43 mmHg. Dari sini tampak bahwa albumin penting dalam mempertahankan tekanan osmotik koloid.
Albumin bermanfaat juga dalam pembentukan jaringan tubuh yang baru. Pembentukan jaringan tubuh yang baru dibutuhkan pada saat pertumbuhan (bayi, kanak-kanak, remaja dan ibu hamil) dan mempercepat penyembuhan jaringan tubuh misalnya sesudah operasi, luka bakar dan saat sakit.Begitu banyaknya manfaat albumin sehingga dapat dibayangkan apabila mengalami kekurangan maka banyak organ tubuh yang sakit.
Albumin tidak hanya digunakan pada bidang kesehatan. Albumin juga digunakan sebagai whipping, pensuspensi dan agen stabilisasi  pada industri cat, kertas, pernis, tekstil, damar buatan, kulit, kosmetik dan sabun serta industri makanan seperti ide cream, puding, bubur, bakso, fish nugget dan permen jelly (montgomery, et al., 1993).
Kontra indikasi pemberian albumin adalah keadaan dimana pemberian albumin dapat membahayakan seperti anemia berat dan gagal jantung. Efek samping dari pemberian albumin hanya sekitar 0,47-1,53% yang meliputi demam, menggigil, perubahan tekanan darah nadi dan pernafasan, perdarahan, mual serta muntah-muntah (Tandra, et al., 1988).
Albumin ikan termasuk jenis protein globuler yang molekul-molekulnya berbentuk bulat. Konformasi protein globuler lebih komplek bila dibandingkan dengan golongan protein serat, selain itu fungsi biologisnya lebih beragam dan aktivitasnya juga lebih dinamis (Lehninger, 1995). Menurut Pesce and Lawrence (1987) albumin juga berperan penting dalam pengikatan obat-obatan sehingga tidak terjadi peningkatan konsentrasi obat dalam tubuh yang dapat menyebabkan efek toksik. Selain itu juga mengikat obat-obatan yang tidak mudah larut seperti aspirin, antikoagulan koumarin serta obat tidur serta obat ini dapat dibawa secara efisien melalui peredaran darah. Indikasi utama penggunaan albumin adalah pada keadaan rejatan, luka bakar dan keadaan luka pasca operasi, menghindari timbulnya sembab paru-paru dan gagal ginjal dan sebagai carier factor pembekuan darah.
Begitu banyaknya manfaat albumin sehingga dapat dibayangkan apabila mengalami kekurangan maka banyak organ tubuh yang sakit.Manfaat lain dari albumin diantaranya adalah :
         Mencegahkelelahan/me-ningkatkan stamina.
         Meningkatkan/mengembalikan metabolik dan ke-kuatan tubuh.
         Mengatur dan mengatif-kan fungsi saraf simpatik.
         Memperbaiki/meningkat-kan metabolisme lipo(protein) dan dasar.
         Meningkatkan energi dan kehidupan dalam tubuh
         Mengatur dan mengurangi jumlah asupan lemak ke tubuh.
         Menghidari gangguan pada pembuluh darah.
         Memperkuatgerakantubuh.
         Menormalkan gula garah.
         Menjaga ketahanan stamina olahragawan, pekerja berat secara fisik.
         Meningkatkan daya kemampuan seksual.

Albumin tersebut juga dapat menyembuhkan penyakit kanker hati dan hal itu yang telah dialami oleh Bapak Dahlan iskan CEO Jawa Pos. Berikut ini adalah sekilas pengalaman beliau waktu melakukan transplantasi hati,”PAGI ini, hari ke-20 saya hidup dengan liver baru. Kelihatannya akan baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda kegagalan seperti yang dialami Cak Nur (Nurcholish Madjid, tokoh yang digadang-gadang menjadi salah satu calon presiden), yang menjalani transplantasi liver di Tiongkok pada 19 Juli 2004.
Kadar protein dalam darah saya yang tidak pernah bisa normal, kini menjadi sangat baik. Salah satu unsur penting di protein itu, albumin, sejak liver saya diganti sudah mencapai angka 3,6. Selama lebih dari 10 tahun saya hidup dengan kadar albumin yang hanya 2,7. Padahal, normalnya paling tidak 3,2. Rendahnya kadar albumin membuat tubuh saya tak mampu membuang kelebihan air, baik dalam bentuk keringat maupun kencing. Sehingga air yang berlebih ikut darah beredar ke seluruh tubuh. Akibatnya, tubuh saya jadi “gemuk”.Karena itu, kalau ada orang memuji badan saya terlihat lebih gemuk dan segar, dalam hati sebenarnya saya menderita. Sebab, saya tahu, tubuh saya tidak sedang gemuk, tapi bengkak!
Begitu liver diganti dan albumin normal, badan saya langsung susut. Tapi tidak kuyu, melainkan sebaliknya: lebih segar.Dua hari pertama pascatransplantasi, kencing saya bisa mencapai 10 liter sehari. Sebagian karena memang banyak cairan yang masuk ke badan, sebagian lagi karena air yang tadinya beredar bersama darah, sudah bisa dipisahkan oleh albumin dan dikirim ke kandung kemih. Platelet atau trombosit saya, yang seharusnya minimal 200, pernah tinggal 55. Dengan platelet serendah itu, saya terancam mengalami perdarahan dari mana pun: mulut, hidung, lubang kemaluan, telinga, dan mata.
Untuk menyelamatkan saya dari ancaman itu, dokter lantas memotong limpa saya hingga sepertiga. Setelah limpa dipotong, platelet saya naik sampai 120. Sayangnya, itu tidak lama. Perlahan-lahan angka itu menurun secara konstan. Terakhir tinggal 70. Hampir sama dengan sebelum limpa saya dipotong.Tapi, setelah liver saya diganti, platelet saya langsung naik. Tiga hari lalu angkanya sudah mencapai 260. Normalnya, antara 200 sampai 300. Mengapa saya memutuskan ganti liver? Tidakkah takut gagal? Mengapa liver saya sakit? Separah apa? Bagaimana jalannya penggantian liver? Bagaimana mempersiapkan diri? Bahkan sampai ke doa apa yang saya ucapkan? Semua akan saya tulis untuk berbagi pengalaman dengan pembaca.
Cerita ini mungkin akan agak panjang (bisa 50 hari). Bukan karena saya mau berpanjang-panjang, tapi karena redaksi membatasi saya untuk menulis hanya sekitar 1.000 kata di setiap seri.Berikut saya mulai dengan seri pertama ini. (Nama-nama dokter, rumah sakit, sengaja baru akan disebutkan di bagian-bagian akhir tulisan).
Saat menginjak umur 55 tahun ternyata saya harus “turun mesin”. Begitu parahnya kerusakan organ-organ di dalam badan saya sampai harus pada keputusan menambal seluruh saluran pencernaan saya, memotong sepertiga limpa saya, dan mengganti sama sekali organ terbesar yang dimiliki manusia: liver. Turun mesin total itu harus diatur sedemikian rupa karena mesin yang sama harus tetap menjalankan tugas sehari-hari, yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Maka, saya pun mulai membuat jadwal turun mesin. Dimulai yang paling membahayakan agar yang penting nyawa bisa selamat dulu.
Ternyata saya memang terancam meninggal dunia dari tiga jenis penyakit. Yang pertama adalah yang bisa membuat saya meninggal mendadak kapan saja tanpa penyebab apapun. Tiba-tiba bisa saja saya muntah darah dan tak tertolong lagi. Ini karena seluruh saluran pencernaan saya, mulai tenggorok sampai perut sudah penuh dengan varises yang menor-menor karena sudah matang dan siap pecah. Ibarat kumpulan balon-balon kecil berwarna merah, yang kulitnya sudah tipis seperti balon yang ditiup terlalu keras. Kapan meletusnya bisa setiap saat. Saat meletus itulah orang akan muntah darah dan tak tertolong lagi. Penyakit kedua, yang bisa membuat saya meninggal dalam hitungan bulan adalah jumlah darah putih saya yang terus merosot. Mengapa? Karena limpa saya sudah membesar tiga kali lipat dari ukuran normal. Limpa yang tugasnya antara lain mengubur sel-sel darah merah yang mati (dengan darah putih yang diproduksinya), tidak mampu lagi berfungsi baik. Platelet saya yang seharusnya antara 200-300, hari itu tinggal 60. Itu pun dalam posisi terus menurun. Pada penurunan beberapa poin lagi, saya akan menderita perdarahan dari mana saja: bisa dari hidung, dari telinga, dari mulut, atau dari mata. Limpa sendiri bisa juga pecah karena sudah tidak kuat lagi akibat terus membesar. Peyakit yang ketiga, pada liver saya sendiri, yang ternyata sudah amat rusak. Setelah liver saya dibuang setahun kemudian, tampaklah nyata bahwa liver saya sudah seperti daging yang dipanggang terlalu masak. Padahal, seharusnya mulus seperti pipi bayi. Ini yang bisa membuat saya meninggal dunia dalam hitungan dua-tiga tahun. Bahkan, sebenarnya liver itu yang membuat limpa saya membesar dan membuat seluruh saluran darah di sepanjang pencernakan saya penuh dengan balon-balon darah yang siap pecah.
Maka, satu per satu harus saya selesaikan. Saya mulai dari mengatasi agar tidak terjadi muntah darah. Lalu, setengah tahun kemudian memotong limpa saya. Dan, terakhir 6 Agustus lalu, beberapa hari sebelum ulang tahun ke-56 saya, saya lakukan transplantasi liver: membuang liver lama, diganti dengan liver baru. Semua proses itu memakan waktu hampir dua tahun. Ini karena saya tetap harus menjalankan aktivitas, baik sebagai pimpinan Grup Jawa Pos maupun sebagai CEO perusahaan daerah Jatim yang lagi giat-giatnya membangun tiga proyek besar: pabrik conveyor belt, gedung ekspo, dan shorebase. Semua tahap itu saya jalani dengan keputusan yang mantap, tanpa keraguan sedikit pun mengenai kegagalan hasilnya. Banyak teman yang bertanya mengapa saya bisa tegas membuat keputusan yang begitu membahayakan hidup saya. Saya jawab bahwa percaya sepenuhnya dengan takdir -sesuai dengan tafsir yang saya yakini, yakni mirip dengan uraian buku Saudara Agus Mustofa Takdir Itu Bisa Berubah.
Faktor lain adalah bahwa rupanya, kebiasaan saya membuat keputusan berani, keputusan besar dan keputusan yang cepat di perusahaan ikut memengaruhi keberanian membuat keputusan dengan kualitas yang sama untuk diri sendiri. Lalu, keyakinan bahwa saya mampu me-manage hal-hal yang rumit selama ini, tentu juga akan mampu me-manage kerumitan persoalan yang ternyata ada di dalam tubuh saya. Apakah tidak ada kekhawatiran sama sekali akan gagal dan kemudian meninggal? Tentu ada. Tapi, amat kecil. Saya tahu kapan harus ngotot dan kapan harus sumeleh. Keluarga saya yang miskin dan menganut tasawuf Syathariyah sudah mengajarkan sejak awal tentang sangkan paraning dumadi (dari mana dan akan ke mana hidup dan semua kejadian). Ini membuat saya akan ngotot melakukan apa pun untuk berhasil, tapi juga tahu batas kapan harus berakhir.
Tentu ada penyebab lain: Banyak keluarga saya mati muda, sehingga saya pun seperti sudah siap sejak kecil bahwa saya juga akan mati muda. Ibu saya meninggal dalam usia 36 tahun (muntah darah). Kakak saya, yang digelari agennya Nurcholish Madjid di Jatim untuk urusan pembaharuan pemikiran Islam, meninggal dalam usia 32 tahun (muntah darah). Dia sering memarahi saya, mengapa masih kecil sudah belajar filsafat/tasawuf dan mengapa sering pergi ke pondok salaf. Tapi, tahun depannya saya masih tetap ke pondok salaf Kaliwungu, 25 km sebelah barat Semarang.
Paman saya dan pakde saya juga meninggal muda. Penyebabnya juga sama: muntah darah. Muntah darah sebenarnya bukan penyebab, tapi begitulah orang di desa mengatakannya, karena tidak tahu bahwa semua itu berawal dari persoalan liver. Tapi, ada juga sedikit harapan bahwa saya bisa berumur panjang: Bapak saya meninggal dalam usia 93 tahun. Kakak tertua saya yang amat baik, Khosiyatun, yang juga ketua umum Aisyiah Kaltim, kini berumur hampir 70 tahun dan masih aktif mengajar di SD swasta di Samarinda. Entahlah, saya ikut yang mana. Fakta dapat kita ketahui bersama akan pentingnya kesehatan bagi diri kita dan di dunia perikanan juga sangat berperan penting bagi dunia kesehatan
Mengapa harus perikanan..??? Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dengan luas wilayah laut teritorial 5,7 juta km² ditambah luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km². Potensi perikanan laut diperkirakan mencapai sebesar 6,7 juta ton per tahun, dimana potensi sebesar 4,4 juta ton berada di wilayah perairan Indonesia dan 2,3 juta ton berada di wilayah ZEE. Hasil penangkapan ikan sebesar 3,5 juta ton pada tahun 1996 menunjukkan bahwa Indonesia baru berhasil menggali 53,0% dari total potensi yang tersedia. Perbandingan antara hasil penangkapan dan produk hasil budidaya perikanan adalah 76%:24% pada tahun 1992 .Dengan adanya fakta-fakta diatas seharusnya kita itu sadar akan kayanya negeri kita.
Dunia Perikanan merupakan asset besar bagi Negara kita yang seharusnya kita manfaatkan sebaik-baiknya tanpa mengesampingkan kelestarian dan ekosistem dunia perikanan. Ikan yang merupakan salah satu sumber makan yang kandungan proteinnya paling tinggi dibanding sumber makanan yang lain serta harganya yang ekonomis menjadi faktor utama mengapa ikan digemari oleh masyarakat. Pada saat ini dunia perikanan menjadi salah satu penyumbang devisa terbanyak bagi Negara serta pemerintah mulai gencar-gencarnya mensosiolisasikan dunia perikanan. Karena dunia perikanan dinilai merupakan kunci untuk memperbaiki perekonomian Negara yang sedang carut marut. Dengan adanya lautan yang membentang dari sabang sampai merouke serta melimpahnya hasil perikanan yang ada saat ini merupakan omset yang besar bagi Negara kita. Dengan adanya prospek yang begitu menjanjikan, tidak salah kalau saat ini kita mulai mengembangkan dunia perikanan.
Albumin merupakan salah satu protein plasma darah yang disintesa di hati. Ia sangat berperan penting menjaga tekanan osmotik plasma, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma maupun cairan ekstrasel serta mengikat obat-obatan. Demikian di antara peran penting albumin yang disampaikan oleh Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS dalam sebuah seminar nasional bertajuk ”Pemanfaatan Albumin Ikan Gabus dalam DuniaKesehatan”. Acara ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himatrik), Selasa, 27 Mei 2008 di gedung Widyaloka Universitas Brawijaya. Dalam presentasinya, Prof Eddy menyampaikan ”Tinjauan Aspek Biokimia Albumin Ikan Gabus sebagai Sumber Pangan Kesehatan”. Menurut gurubesar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UB ini, albumin dapat juga digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit terutama yang disebabkan berkurangnya jumlah protein darah, seperti luka bakar, patah tulang, pascaoperasi dan infeksi paru-paru. Albumin yang berperan sedemikian besar, sampai saat ini merupakan komoditas impor dalam bentuk human serum albumin (HSA) yang harganya sangat mahal.
Mahalnya albumin, meningkatkan kreativitas beberapa peneliti hingga praktisi untuk memperlebar perolehan albumin, di antaranya dari ikan gabus, yang biasa disebut ikan kutuk dalam bahasa Jawa dan ikan haruan di Kalimantan. Dari hasil kajiannya, para peneliti perikanan dan ilmu kelautan berhasil menemukan data dan fakta, albumin ikan gabus memiliki kualitas jauh lebih baik dari albumin telur yang biasa digunakan dalam penyembuhan pasien pascabedah. Ikan gabus sendiri, mengandung 6,2% albumin dan 0,001741% Zn dengan asam amino esensial yaitu treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin, histidin, dan arginin, serta asam amino non-esensial seperti asam aspartat, serin, asam glutamat, glisin, alanin, sistein, tiroksin, hidroksilisin, amonia, hidroksiprolin dan prolin. Terkait kandungan albumin di ikan gabus, diperoleh data bahwa kandungan albumin ikan gabus air payau lebih tinggi 4,76% dibanding albumin ikan gabus air danau yaitu 0,8%. Selain itu, ikan gabus jantan diketahui memiliki kadar albumin yang lebih rendah sekitar 6,7% dibanding ikan gabus betina yang mencapai 8.2%. Dijelaskan Prof Eddy, untuk memperoleh crude albumin, dapat dilakukan dengan pengukusan ataupun ekstraktor vakum untuk memperoleh rendemen dan kualitas yang lebih baik. Selain untuk kesehatan, albumin ikan gabus dapat juga digunakan untuk fortifikasi sebagai produk pangan kesehatan seperti ice cream, puding, bubur, fish nugget, bakso dan permen jelly.
            Pemanfaatan albumin untuk kesehatan dan KEP-Gizi buruk lebih rinci dijelaskan oleh Dr dr Sri Adiningsih MS MCN yang juga akademisi dari Departemen Nutrisi, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga. Dijelaskan bahwa, albumin merupakan protein penting yang terdapat dalam plasma darah yang produksinya hanya dilakukan di hati dan dikeluarkan langsung ke dalam sirkulasi darah. Konsentrasi albumin yang rendah dalam tubuh dapat disebabkan karena beberapa hal di antaranya malnutrisi, penyakit hati kronis (sirosis), malabsorbsi, luka bakar hebat, saat menjalani operasi, dll. Efek plasma albumin yang rendah, menurutnya akan berhubungan dengan fungsi mempertahankan sel dalam sirkulasi darah dan jika kondisinya ekstrem akan berpengaruh pada fungsi pengantaran zat gizi kedalam jaringan dengan membentuk odema lokal, low serum kalsium walaupun tidak terdapat tanda adanya gangguan metabolisme kalsium.
Produksi sari ikan kutuk skala rumah tangga dipaparkan langsung oleh Endang Uriati Arief, pemilik bisnis Sari Ikan Kutuk ”Alkuten”. Secara rinci, Endang, yang memiliki latar belakang sebagai paramedis ini memaparkan pengalamannya dalam menjalankan bisnisnya mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pemasaran hingga penanganan limbahnya. Disebutkan, dalam penanganan bisnis tersebut, Endang menggunakan teknologi sederhana melalui pengukusan untuk memperoleh ekstrak albumin. Guna menghilangkan bau amis yang mendominasi ikan kutuk, ibu 62 tahun ini memanfaatkan aroma tradisional di antaranya kunyit, pandanwangi dan jahe.
Demi menjaga kualitas produksinya, Endang mengaku selalu meminta para pemasoknya untuk mendapatkan ikan kutuk liar dari langsung dari sungai atau payau yang masih liar dengan pakan alami. Pemanfaatan ikan kutuk ini dijelaskannya tidak menghasilkan limbah karena semuanya bermanfaat, termasuk kepala dan tulangnya yang digunakan sebagai pakan ikan lele. Produk Sari Ikan Kutuk Alkuten buatan Endang ini telah tersedia di apotek, rumah bersalin, dan klinik gizi. Bagi yang membutuhkan dapat langsung menghubungi Bu Endang pada nomor telepon (0341) 805305 atau Mbak Intan pada nomor (0341) 717725. Testimoni Dahlan Iskan turut hadir dalam acara tersebut, Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos Groups yang memberikan testimoni penyakit yang dideritanya. Dalam paparannya, ia mengaku diancam kematian melalui tiga perkara yaitu muntah darah, limpa rusak, dan kanker hati. Albumin, menurut Dahlan yang datang ke Universitas Brawijaya menggunakan helikopter pribadinya, merupakan salah satu obat yang berjasa ”menunda kematian” baginya. ”Saya tahu albumin tidak akan menyembuhkan saya, saya hanya membutuhkannya untuk menolong saya sembari menunggu donor hati”, kata dia. Kala itu, ia mengaku mendapatkan informasi dari internet tentang albumin, ikan gabus dan pakar yang mendalaminya, Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS. Ikan gabus tersebut, menurutnya biasa menjadi santapan kesehariannya ketika masih tinggal di Kalimantan dengan harga yang sangat murah. ”Menu sarapan keseharian saya di Kalimantan adalah nasi kuning yang ditemani ikan haruan”, kata dia. Ketika ia tahu bahwa ikan gabus mengandung Albumin yang dapat membantu sirkulasi darahnya, istrinya yang bertugas setiap hari mencarikan ikan tersebut sehingga tahu betul karakteristik fisik ikan gabus.

Dahlan Siap Donorkan Semua Organ
Peluncuran Buku Ganti Hati di Marriott
SURABAYA – “Saya siap mendonorkan seluruh bagian tubuh saya jika memang dianggap kondisinya masih layak untuk didonorkan.”
Pernyataan itu disampaikan Dahlan Iskan, chairman sekaligus CEO Grup Jawa Pos, dalam acara peluncuran dan bedah bukunya, Ganti Hati, di Hotel JW Marriott kemarin siang. Acara yang dimulai sekitar pukul 13.00 itu mendapat sambutan antusias dari ratusan undangan. Sejumlah tokoh, mulai pejabat Pemprov Jatim (Wagub Soenarjo dan Sekdaprov Soekarwo), Pemkot Surabaya (Wawali Arief Afandi), beberapa direktur rumah sakit, termasuk Direktur RSU dr Soetomo (Dr Slamet Riyadi Yuwono DTMH), hadir di acara itu. Tak ketinggalan, sesepuh Jatim yang juga mantan Gubernur Jatim H M. Noer dan Rektor Unair Prof Dr Fasichul Lisan berada di antara undangan.
Sejumlah pengusaha papan atas di Jawa Timur juga hadir. Antara lain, Alex Tedja dan istrinya, Melinda Tedja (bos Grup Pakuwon), Teguh Kinarto (bos Grup Podo Joyo Masyhur), Erlangga Satriagung (ketua Kadinda Jatim), serta Henry J. Gunawan (bos PT Surya Inti Permata). “Terlalu banyak orang penting yang hadir di sini sehingga saya tak bisa menyebutnya satu per satu,” kata Dahlan yang kemarin mengenakan batik lengan panjang, mengawali sambutannya.
Buku Ganti Hati merupakan kumpulan catatan bersambung Dahlan yang dimuat berturut-turut di Jawa Pos hingga 32 hari. Isinya menceritakan seputar pengalamannya menjalani transplantasi liver di Tianjin First Center Hospital, Tiongkok. Buku tersebut juga berisi respons pembaca atas tulisan bersambung itu yang disampaikan melalui SMS, sekaligus jawaban dari Dahlan. Kemarin, buku tersebut di-launching. Acara selama dua jam lebih itu berlangsung gayeng. Itu karena acara tersebut memang penuh dengan humor segar. Sang pembawa acara, Butet Kartaredjasa, tampil pertama dengan celetukannya yang khas. “Acara ini sangat istimewa. Gara-gara acara ini, seorang presiden turun jabatan menjadi MC,” kata Butet yang memang dikenal sebagai Presiden SBY (Si Butet Yogya) di Republik Mimpi itu. Kontan, celetukan Butet disambut tawa ger-geran hadirin.
Yang juga berperan penting membawakan acara sehingga berlangsung gayeng adalah moderator Dr dr Suhartono DS SpOG. “Saya kenal Pak Dahlan sejak 30-an tahun lalu, ketika masih sama-sama merasakan sulitnya mencari makan,” kata Suhartono. “Mungkin karena itu, saya lantas ditunjuk sebagai moderator.”
Sebelum menjawab berbagai pertanyaan dari para undangan, Dahlan diberi kesempatan bercerita singkat seputar pengalamannya menjalani transplantasi. Dahlan mengatakan, sampai saat ini, dirinya mengaku paling sulit jika harus menjawab pertanyaan apakah dirinya sudah sembuh? “Sulit dijawab karena, terus terang, saya bingung. Apanya yang sembuh? Karena bagian yang sakit itu (liver) sudah dibuang,” kata bapak dua anak itu. Mungkin, lanjut Dahlan, maksud pertanyaan itu, apakah sambungan untuk liver barunya sudah benar-benar kuat sehingga liver yang baru tidak akan jatuh? “Lho… nggak jatuh kan?” ujar Dahlan, sambil meloncat-loncat, disambut tepuk tangan undangan. Maksudnya, meski dia meloncat-loncat, liver barunya tidak bakal jatuh.
Dalam kesempatan itu, Dahlan juga menuturkan pengalamannya yang tidak sempat ditulisnya di catatan bersambung yang dimuat di Jawa Pos. Diceritakan, malam ketika akan transplantasi, Dahlan bertanya kepada dokter, apa kesulitan operasi yang akan dijalaninya. “Dokter bilang tidak ada kesulitan sama sekali,” katanya. Dahlan menceritakan, suasana pada malam sebelum operasi itu, menurut cerita keluarganya, terasa menegangkan. Salah satu yang membuat tegang terkait dengan liver baru yang akan didonorkan untuk Dahlan. “Liver baru itu sangat bagus kondisinya. Masih segar karena baru diambil beberapa jam dari tubuh pendonor,” ujarnya. Karena kondisinya yang sangat bagus itu, timbul kekhawatiran di kalangan keluarga dan kerabat dekat Dahlan, jangan-jangan liver itu dicuri atau diserobot orang. “Karena saking khawatirnya, liver baru itu sampai dijaga ketat Robert Lai dan Bu Melinda Tedja bersama suaminya,” katanya. Kata Dahlan, wajar keluarga dan kerabat dekat sampai khawatir karena liver baru memang sangat menentukan keberhasilan transplantasi di samping faktor-faktor lain.
Sesudah Dahlan memberikan pengantar seputar pengalamannya menjalani transplantasi, dibuka termin tanya jawab. Satu per satu pertanyaan meluncur dari para undangan. Pertanyaan pertama dilontarkan dr Purwadi SpA (K), salah seorang dokter ahli bedah anak yang sukses mengoperasi bayi kembar siam dengan pisau seharga Rp 500 juta. “Kenapa mengganti hati sampai ke China?” tanya Purwadi. “Di sini, dokter-dokternya sebenarnya bisa melakukan operasi transplantasi. Kemampuan punya, alat ada, tinggal keberanian saja, Pak,” katanya.
Penanya lain, Prof Dr dr Sunaryo Hardjowijoto SpBU, menyambung, “Apa sih yang membuat China begitu maju teknologi kedokterannya? Padahal, yang saya tahu, kemampuan bahasa Inggris para dokter di sana kurang bagus,” ujarnya.  Dahlan mengatakan, soal kemampuan dan pengetahuan, dia yakin, dokter-dokter di tanah air, khususnya di Surabaya, tidak akan kalah dengan dokter-dokter di Tiongkok. “Yang membuat kita kalah dengan Tiongkok, mungkin, hanya keterampilan. Mereka jauh lebih terampil daripada kita karena mereka sudah sering sekali melakukan operasi transplantasi. Keterampilan sangat tergantung sering-tidaknya melakukan,” paparnya. Dahlan menceritakan, dokter yang menanganinya sudah melakukan operasi transplantasi lebih dari 800 kali.
Dahlan mengaku sangat ingin dokter-dokter di tanah air, terutama di Surabaya, seterampil dokter-dokter di Tiongkok dalam melakukan operasi transplantasi liver. “Saya sudah menjajaki kemungkinan untuk mendatangkan dokter yang mengoperasi saya ke Surabaya untuk berbagi pengalaman dengan dokter-dokter di sini. Dan prinsipnya, tawaran saya ini disambut baik oleh pihak RS di Tianjin,” katanya. “Kalau perlu, dokter dari Tianjin itu nanti ikut dalam operasi transplantasi liver yang akan dilakukan di sini,” lanjutnya. Soal sangat jarangnya operasi transplantasi organ dilakukan di Indonesia, terutama di Surabaya, dilontarkan dr Abdul Razak Bawazier SpB. “Di Arab Saudi, operasi transplantasi organ sangat sering dilakukan dan tidak menemui kendala karena faktor dukungan pemimpinnya,” katanya.
“Ada salah satu pejabat kerajaan, yang juga kerabat dekat raja, yang menyatakan siap mendonorkan bagian tubuhnya jika dia mati,” paparnya. “Sekarang ini, saya ingin tahu, apakah di antara kita yang hadir di sini bersedia menyatakan diri untuk mendonorkan organnya kepada orang lain jika mati?” tanya dia. Menanggapi lontaran dr Razak tersebut, Dahlan menyatakan kesiapannya untuk mendonorkan mana saja bagian tubuhnya jika meninggal. “Kata dokter yang memeriksa saya, bagian tubuh saya yang paling bagus adalah paru-paru,” katanya, disambut tepuk tangan ratusan undangan. (kit)
Beri Penghargaan Khusus
Di acara tersebut, dr Pranawa Sp.PD, anggota tim transplantasi RSU dr Soetomo, yang juga tampil di panggung bersama Dahlan menyinggung terbentuknya organisasi berskala nasional, yang untuk sementara bernama Perhimpunan Transplantasi Indonesia. Organisasi ini baru terbentuk sekitar sebulan lalu di Graha Pena, Jawa Pos. Yang hadir di acara pembentukan tersebut, sejumlah dokter yang juga anggota tim transplantasi dari RSU dr Soetomo serta anggota Perhimpunan Transplantasi Surabaya (PTS).
Kemarin, anggota PTS yang sebagian besar merupakan pasien transplantasi, juga hadir. Di antaranya ada yang diberi kesempatan untuk menceritakan pengalamannya di depan ratusan undangan. Lebih lanjut Pranawa mengatakan, Perhimpunan Transplantasi Indonesia itu dibentuk sebagai pengembangan dari organisasi yang sudah terbentuk sebelumnya di Surabaya (PTS). Dalam perjalanannya, PTS tak belum optimal, terbentur dengan berbagai kendala dan faktor perhambat. Antara lain, karena anggotanya mayoritas adalah pasien pascatransplantasi.
“Kita berharap, organisasi yang diketuai Bu Nany Wijaya (Direktur Jawa Pos) ini bisa berkembang lebih baik,” kata Pranawa, disambut tepuk tangan. Mengapa ketuanya tidak dipilih dari kalangan medis? Sebab, kata Pranawa, dalam hal ini, kalangan lain juga sangat dibutuhkan peranannya dalam menyosialisasikan pentingnya transplantasi organ. “Bu Nany Wijaya, meski bukan dokter, tapi dedikasinya, pengalamannya, perannya di seputar transplantasi organ sudah teruji,” katanya. Nany Wijaya memang memulai karirnya sebagai wartawan dengan menjadi wartawan kesehatan. Salah satu liputannya, sekitar 13 tahun lalu, dia menulis di Jawa Pos pengalamannya ketika mengikuti jalannya operasi transplantasi liver mantan Wagub Soeprapto di Australia. Saat Nurcholish Madjid transplantasi hati, Nany juga menuliskan kisah rinci peristiwa medis itu.
Dahlan juga memberikan penghargaan khusus kepada beberapa orang yang dinilai berperan penting selama dia menjalani proses transplantasi liver. Penghargaan khusus itu diberikan kepada 10 orang. Mereka adalah Prof Dr Boediwarsono SpPD KHOM, dr Adi Pangestu SpPD-KGEH, Taufiq Ismail, Melinda Tedja, Prof Dr Ir Eddy Suprayitno, Dra Indirawati, Omi Nurcholish Madjid, Robert Lai, Nany Wijaya, dan Fu Shui Jen (Konjen Tiongkok di Surabaya). Sayang, Taufiq dan Eddy Suprayitno tidak bisa hadir. Taufiq karena sakit, dan Eddy peneliti kutuk alias ikan gabus, penghasil albumin dari Unibraw itu terjebak macet di Porong karena demo warga atas lumpur Lapindo.
Robert Lai dan Melinda Tedja berjasa, karena merekalah yang dengan susah payah telah menjaga liver baru agar tak diserobot orang lain. Dahlan tidak bisa menahan emosinya ketika mengungkapkan penyesalannya yang mendalam terhadap Omi Nurcholish Madjid (istri almarhum Nurcholish Madjid). “Saya tidak tahu kalau Cak Nur operasi di Tiongkok. Jika tahu pasti saya bantu,” ucapnya sambil menahan isak tangis. Sesaat suasana haru memenuhi ruangan.
Dahlan juga menghaturkan rasa terima kasihnya kepada Nany Wijaya yang telah melakukan riset terhadap penyakit yang dideritanya. “Untuk usaha riset yang dilakukannya dengan browsing di internet dan memenuhi ruangannya dengan tumpukan buku-buku,” ujarnya. Termasuk penghargaan yang diberikannya terhadap Fu Shui Jen Konjen Tiongkok yang telah mempermudah keluarganya dalam mendapatkan visa. (kit)
Ketika dirawat di China, Dahlan mengaku kesulitan mendapatkan jenis ikan tersebut. ”Ketika seorang sahabat di Cina memberikan dua ember ikan, istrinya yang memang sudah tahu betul karakteristik fisik ikan gabus langsung menolak. ”Ini bukan ikan gabus. Kalau di Kalimantan ini disebut ikan tomang”, ujarnya sambil menirukan perkataan istrinya. Berpengalaman menghadapi hepatitis B, ia teringat seniornya, Nurcholish Madjid, yang meninggal karena penyakit yang sama. ”Orang yang meninggal dengan mengidap hepatitis B biasanya warna mukanya menghitam. Saya sangat tidak terima jika sebagian orang menghakimi kematian seseorang dengan muka menghitam karena hepatitis B merupakan indikasi azab dari Yang Maha Kuasa”, ujarnya. ”Kita tidak bisa menghakimi jika tidak mengerti riwayatnya. Mao Tse Tung itu meninggal dengan raut muka putih bersih walaupun ia pemimpin partai komunis”, ujarnya.
Pameran Produk Perikanan Serangkaian dengan acara Fisheries Technology Fair 2008, pada saat yang sama juga diselenggarakan Pameran Produk Perikanan di lantai dasar gedung Widyaloka. Dalam acara tersebut, beberapa produk perikanan diperjualbelikan, di antaranya rambak ikan, bakso ikan, manisan dan minuman rumput laut, sari ikan kutuk “Alkuten”, dll. Salah seorang peserta, Karnadi, yang telah lebih dari 10 tahun menggeluti bisnis pengolahan hasil perikanan juga turut ambil bagian dalam kesempatan tersebut. Produk berbasis ikan tuna dipasarkan dengan merk “Mina Sari”. Di antara produk yang diminati para pembeli adalah abon ikan tuna, ikan tuna bakar, bakso dan nugget ikan tuna, dendeng dan sambal goreng ikan tuna.
Ikan gabus atau Channa striatus atau yang dikenal dengan nama lain Ophiocephalus striatus tersebut di Malaysia disebut pula haruan. Sejak tahun 1931, dalam literatur Malaysia telah menganjurkan pengobatan luka dengan haruan. Kemudian, perguruan tinggi di Malaysia hingga kini pun terus meneliti khasiat haruan dan memang di dalam haruan mengandung semua asam amino esensial dan asam lemak unik yang mampu mempercepat penyembuhan luka.
Penelitian ikan haruan sebagai obat penyembuh luka di Indonesia sangat minim. Publikasi penelitian ikan haruan untuk obat di Indonesia baru terpantau dalam penelitian Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS awal Januari 2003 lalu. Dengan penelitian yang mengungkap pemanfaatan ekstrak ikan gabus sebagai pengganti serum albumin yang biasanya digunakan untuk menyembuhkan luka operasi, Eddy meraih gelar profesor pertama di Fakultas Perikanan dan Termuda di Universitas Brawijaya Malang.
Dalam penelitian itu disebutkan, untuk memanfaatkan ikan haruan sebagai obat, ikan gabus diambil ekstraknya dengan mengukusnya, lalu menampung airnya. Air ekstrak itu langsung diminumkan ke pasien yang baru dioperasi. Dengan cara itu, luka akan sembuh dalam tempo tiga hari lebih cepat dibandingkan dengan serum albumin. Dengan ekstrak haruan itu biayanya akan jauh lebih murah, perbandingannya jika dengan serum albumin harganya Rp 1,3 juta, maka dengan ikan gabus sekitar Rp 500.000.
Penelitian di Indonesia masih terus mengembangkan pembuatan ekstrak untuk obat oles atau serbuk untuk obat luar. Sementara di Malaysia, pembuatan krim dan tablet tersebut sudah dilakukan sejak dulu kala.Pusat Pengajian Sains Farmasi Universiti Sains Malaysia (USM) telah menghasilkan tablet dan krim obat luka tahun 1999 dan sekaligus menjadikan Prof Madya Dr Saringat Baie sebagai orang pertama yang menghasilkan tablet dari ikan haruan. Menurut Saringat Baie, haruan mempunyai asam amino dan lemak yang dapat menyembuhkan luka dalam perut serta amat baik untuk mengobati penyakit gastrik. Syaratnya, haruan tersebut harus haruan liar dan bukan haruan yang dibudidayakan.”Produk herba dalam bentuk krim dapat menyembuhkan luka apabila dioles segera ke tempat luka. Untuk yang berbentuk tablet dapat digunakan untuk kesehatan wanita, terutama setelah bersalin,” kata Saringat Baie seperti dikutip harian Metro Malaysia awal tahun 2000.
Di Malaysia, penelitian terhadap ikan-ikan lokal untuk kemungkinan obat tidak hanya dilakukan terhadap haruan. Ikan dari keluarga haruan seperti toman (Channa micropeltes) dan bujuk (Channa lucuis). Ikan toman sendiri di Kalimantan Selatan juga terkenal dan biasanya bisa menggantikan ikan haruan untuk teman makan ketupat kandangan.
Amerika Serikat boleh jadi merupakan negara yang yang paling geregetan dengan sepak terjang ikan gabus ( Ophiocephalus striatus ). Sampai-sampai ikan yang dikenal sebagai snakehead itu dijuluki frankenfish. Ketenarannya nyaris menyamai Usamah bin Ladin dan Amrozi. Maklum, di sana gabus terkenal rakus. Menyantap berbagai ikan dan semua binatang kecil lainnya sehingga mengancam jagat perikanan komersial Amerika. Menteri Dalam Negeri Gale Norton pun turun tangan. Departemen yang dipimpinnya lantas melarang impor 28 spesies ikan gabus. Kini lebih dari 13 negara bagian di Amerika mengeluarkan undang-undang yang melarang warganya memiliki ikan gabus. Jika melanggar, dendanya pun tak tanggung-tanggung: Rp 100 juta. Untuk lebih jelasnya bentuk ikan gabus di Amerika dapat dilihat gambar berikut ini.


Untunglah Indonesia tak seperti Amerika dalam memperlakukan ikan gabus. Ikan gabus atau kutuksebutan localdi negeri ini naik kelas dari ikan yang menakutkan menjadi salah satu bahan pangan alternatif di bidang kesehatan. Pasalnya, ekstrak ikan gabus berfaedah mempercepat pemulihan pasien yang baru dioperasi. Sebab gabus diketahui memiliki kandungan albumen dengan protein lengkap dibanding jenis ikan lainnya. Albumen merupakan protein di dalam plasma yang berfungsi dalam pembentukan jaringan sel baru. Karena itu di dalam ilmu kedokteran, albumin dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan jaringan sel tubuh yang terbelah akibat operasi.
“Ikan gabus dikukus selama 60 menit lalu disaring airnya dan langsung diminumkan ke pasien yang baru dioperasi,” katanya kepada Tempo News Room di Malang, kemarin. Hasilnya? Pasien bisa sembuh lebih cepat. Luka operasinya menutup dalam waktu delapan hari tanpa efek samping.Sebetulnya,albumin bisa diperoleh dari telur. Ia lalu membandingkankannya dengan kasus yang sama dimana pasien diberi diet 15 butir telur per hari selama delapan hari. Hasilnya kadar albumin normal lukapun pulih. Tapi akibatnya kadar kolesterol pasien meningkat tajam. Kelebihan lainnya, ekstrak ikan gabus lebih murah ketimbang serum albumin. Bila memakai serum albumin rata-rata pasien merogoh kocek Rp 3,9 juta, dengan ikan gabus cukup Rp 480 ribu saja. “Dengan uang sebesar itu pasien bisa memperoleh 24 kilogram ikan gabus untuk delapan hari. Ekstraknya diminum, dagingnya mengenyangkan,” kata ilmuwan yang meneliti albumin pada ikan gabus sejak 1995 itu. Kini Eddy, sedang giat meneliti manfaat ekstrak ikan gabus sebagai obat luar, baik oles maupun serbuk.
Ingin Naikkan Albumin, Berburu Banyak Ikan KutukSETELAH hati mantap melakukan transplantasi, barulah saya menentukan langkah. Ada tiga yang harus dipertimbangkan. Kehebatan dokter, kesediaan donor, dan ketepatan rumah sakitnya. Dari situ baru kami tentukan tempatnya. Tiga faktor itu saya sebut sebagai “persyaratan mutlak”. Lalu masih ada sejumlah “persyaratan keinginan”. Misalnya, kedekatan dengan Indonesia, kedekatan budaya, dan kedekatan bahasa.
Saya sudah terbiasa, dalam setiap akan mengambil keputusan, menjalankan satu proses yang disebut problem solving. Satu proses untuk melakukan pembobotan dan penilaian atas semua pilihan. Lalu mengalikan bobot dan nilai. Hasil perkalian tertinggi, itulah pilihan terbaik. Saya pernah disekolahkan untuk itu di Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) ketika saya masih jadi wartawan majalah berita mingguan TEMPO. Proses manajemen itu kemudian saya bawa juga ke dalam jurnalistik. Saya ajarkan sebagai doktrin di Jawa Pos. Itulah yang membedakan wartawan Jawa Pos dengan wartawan lain. Wartawan Jawa Pos harus menjalankan ’10 rukun iman’ atau ’Ten Commandments” yang saya tentukan. Itulah salah satu sumbangan ilmu manajemen ke dalam praktik jurnalistik di Jawa Pos. Tentu hal ini tidak diajarkan di fakultas publisistik atau di akademi wartawan. Mungkin tidak akan diakui sebagai salah satu teori jurnalistik, tapi saya tidak peduli. Proses yang sama saya terapkan dalam melakukan analisis problem-solving atas tekad saya yang sudah mantap melakukan transplantasi liver. Maka, tim menyeleksi dokter-dokter ahli transplantasi di dunia: Australia, Amerika, Jepang, Singapura, Belanda, dan Tiongkok. Dari masing-masing negara kita pilih satu nama. Kita pelajari track record-nya. Juga, terutama, umurnya. Saya ingin dokter yang berpengalaman, tapi masih muda. Tangan anak muda, menurut logika saya, akan lebih firm ketika memegang pisau bedah. Saya memang sangat pro anak muda. Saya percaya hanya yang muda yang bisa diajak balapan di segala bidang.
Proses itulah yang lantas kami memilih dokter ini. Umurnya masih 52 tahun dan badannya tinggi tegap. Penampilannya meyakinkan. Urat-uratnya kukuh, mengindikasikan akan kuat dalam menghadapi tekanan mental maupun fisik. Pengalamannya juga luar biasa. Sudah melakukan tranplantasi liver lebih dari 500 kali. Bahkan, sudah membukukan beberapa rekor: Rekor terbanyak, rekor transplantasi tanpa transfusi darah, rekor transplantasi untuk pasien usia dini (3 tahun), transplantasi untuk pasien tertua (76 tahun). Dia memperoleh pendidikan khusus untuk ini di Jepang. Boleh dikata, dialah dokter Tiongkok yang paling jago di bidang transplantasi liver.
Tapi, masih ada satu yang meragukan. Padahal, yang saya ragukan ini masuk dalam ’persyaratan mutlak’. Artinya, mau tidak mau harus dipenuhi. Kalau hanya masuk ’persyaratan keinginan’, barangkali bisa diabaikan. Apa itu? Tempat! Apakah di Tiongkok ada rumah sakit yang bagus sekali? Bukankah rumah sakit di sana terkenal. Untuk ini Robert Lai memeriksa rumah sakit tempat dokter itu berada. Yakni, di satu kota di belahan utara Tiongkok. Untuk Indonesia kota ini tidak populer, tapi saya sudah mengenalnya dengan sangat baik. Berkali-kali saya ke kota itu. Kunjungan pertama saya ke sana sekitar 10 tahun lalu. Hasil kunjungan Robert Lai sangat memberi harapan. Khususnya tower yang baru. Sangat bersih dan terawat. Alat-alatnya juga amat modern. Dan, reputasinya yang tinggi sebagai pusat transplantasi liver sudah sangat terkenal. Saya sendiri pun lantas mengunjunginya. Saya langsung jatuh cinta pada kunjungan pertama. Hati saya mantap sekali.
Masih juga ada satu pertanyaan: maukah dia menangani saya? Ada waktukah dia? Inilah tugas Robert berikutnya. Dan, dia selalu berhasil menjalankan misinya. Maka sudah tidak tengok sana-sini lagi: Di sinilah saya akan melakukan transplantasi liver. Saya mengenal baik kotanya, mengenal baik budayanya, dan sedikit banyak sudah bisa berkomunikasi dengan bahasanya.
Sungguh tak terbayangkan bahwa tekad saya untuk belajar bahasa Mandarin lima tahun lalu ternyata saya sendiri yang akan memetik manfaat terbesarnya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kalau saya tidak bisa sedikit-sedikit berbahasa Mandarin.
Memang, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Jepang dan orang dari negara-negara Arab, bisa saja mempekerjakan juru bahasa. Namun, tidak akan semulus kalau diri sendiri yang tahu bahasa itu. Bahkan, karena hampir selalu berbahasa Mandarin, saya sering tidak dianggap orang asing. Apalagi sosok saya yang sosok Asia. Bahwa kulit saya agak hitam, banyak juga orang dari wilayah selatan atau dari Hainan yang juga berkulit seperti saya. Robert juga langsung memesan kamar terbaik, yang ada ruang tamunya, dapurnya, saluran internet-nya. Dia tahu saya tidak akan bisa hidup tanpa jaringan internet. Robert juga langsung menyewa apartemen untuk setahun, membeli mobil, mencari sopir, pembantu rumah tangga, dan juru masak. Dia tahu belum tentu transplantasi bisa dilakukan segera. Problem transplantasi adalah di kesediaan donor. Masa menunggu tidak bisa ditentukan.
Keluarga saya, dan juga Robert, tinggal di apartemen. Saya tinggal di rumah sakit. Istri saya tidur di ruang tamu. Untuk membunuh waktu saya memutuskan meneruskan belajar bahasa Mandarin. Dua kali sehari. Pagi 2 jam, sore 2 jam. Guo Qiang mencarikan gurunya: tiga gadis yang masih kuliah di tahun terakhir IKIP setempat. Istri saya sering melihat bagaimana saya belajar. Lalu dia sumpek sendiri membayangkan sulitnya. Dia memilih mendengarkan lagu-lagu kasidah dari CD yang dia bawa. Atau mendengarkan ayat-ayat Alquran yang kasetnya dia beli di Makkah. Yakni, ayat-ayat mulai Al Fatihah sampai terakhir surat An Nas dari imam salat tarawih di Masjidilharam. Sudah beberapa tahun saya dan istri selalu di Makkah saat akhir Ramadan. Kalau akhir pekan, saya pamit ke kota lain. Saya tahu tidak ada operasi pada Sabtu dan Minggu. Pada hari-hari seperti itu saya terbang ke provinsi lain. Saya boleh terbang-terbang asal masih dalam radius empat jam penerbangan. Maksudnya, kalau ada sesuatu yang mendadak (misalnya, tiba-tiba ada donor), saya bisa kembali segera.
            Badan saya memang sangat sehat secara fisik lahiriah. Karena itu, saya sering lupa kalau di lengan saya sudah dipasangi selang kecil yang ujungnya ada di dekat jantung. Selang infus itu diperlukan kalau tiba-tiba harus transplan, sudah lebih siap.  Suatu saat saya ke Kota Dalian, satu jam penerbangan dari kota ini. Di salah satu plaza di sana, ada penjual raket squash dengan bola yang diikat tali karet. Kita bisa mencoba main squash tanpa harus lari-lari mengejar bola. Saya lupa akan selang infus di lengan saya. Saya main squash cukup lama. Keesokan harinya lengan saya sakit sekali. Sepanjang selang itu (mulai dari lengan sampai dada) kemeng sekali. Suatu malam saya tidak bisa tidur. Pasien dari negara Arab di sebelah kamar saya berteriak-teriak sepanjang malam. Apakah dia sudah terkena kanker? Apakah kankernya sudah sampai ke kepala sehingga mengganggu otaknya?
Paginya dia berteriak-teriak lagi. Saya mencoba menengoknya. Tahulah saya bahwa dia masih diikat di ranjang. Ini penting untuk kesehatannya sendiri. Ternyata dia berontak karena ada janji, pagi-pagi ikatan sudah akan dilepas. Tapi, ternyata tidak. Rupanya rumah sakit masih khawatir dia akan berontak sehingga terus diikat. Siangnya, saya tahu lebih jelas mengapa dia berontak. Ini saya ketahui setelah saya bicara kepadanya dalam bahasa Arab. Dia memang tidak bisa berbahasa Inggris. Bahasa Arab saya sudah banyak yang hilang sehingga perlu waktu lama untuk mengingat banyak kata yang jarang dipakai. Ternyata pasien itu ingin menelepon keluarganya, tapi tidak diizinkan. Yang tidak mengizinkan adalah kerabat yang menunggunya. Mungkin untuk menghemat pulsa, mungkin juga karena sering telepon memang tidak baik bagi pasien seberat dia. Ketika penunggunya lagi pergi, dan melihat saya bisa bicara Arab, dia minta tolong saya untuk memberi tahu perawat agar membantunya menelepon keluarga. Dia lantas menyodorkan hand phone yang rupanya tidak dibawa pergi oleh penunggunya. Ternyata dia juga sudah mengantongi secuil kertas lusuh berisi nomor telepon.
Tapi, angka-angka itu angka Arab. Dia mendiktekannya ke suster dengan bahasa Inggris yang amat tidak jelas. Tapi, setiap kali nomor itu dihubungi selalu gagal nyambung. Dia mulai kesal dan uring-uringan. Akhirnya saya rayu dia untuk memberikan cuilan kertas itu. Tahulah saya bahwa angka yang dipijit kurang satu digit. Mengapa? Ini karena ada satu titik di belakang angka-angka itu. Suster tidak tahu dan pasien juga tidak jelas melihatnya. Saya menyarankan agar menambah “nol” di pijitan terakhir. Titik, dalam huruf Arab, berarti nol. Ternyata nyambung. Luar biasa senangnya. Sambil menunggu dan menunggu, saya terus menjaga kondisi. Badan saya harus sehat. Saya melakukan senam dan tidak mengenakan baju pasien. Para suster bilang bahwa saya ini bukan seperti orang sakit. “Saya memang tidak sakit. Saya hanya perlu transplantasi liver,” gurau saya kepada mereka.
Dalam masa penantian itu saya tidak boleh terkena flu. Karena flu saja bisa mengurangi potensi kesuksesan transplantasi. Saya juga harus menjaga agar protein di darah saya, terutama albumin, tidak terus merosot. Untuk menambah protein banyak sumbernya. Mulai daging, putih telur sampai ikan. Tapi, meningkatkan albumin luar biasa sulitnya. Berminggu-minggu kami mendalami internet untuk mengetahui makanan apa saja yang bisa menaikkan albumin. Tidak ketemu. Di Tiongkok, yang biasa menyediakan menu ribuan macam di internet mereka dalam bahasa Mandarin, juga tidak ditemukan satu pun jenis makanan yang dimaksud. Satu-satunya sumber albumin adalah sahabat kecil saya dulu di desa: ikan kutuk. Di Kalimantan disebut ikan gabus. Dalam bahasa Inggris dikatakan “ikan kepala ular”, karena bentuknya seperti ular yang amat pendek.
Saya menghubungi guru besar Unibraw, Malang, Prof Eddy Suprayitno. Satu-satunya orang yang melakukan penelitian terhadap ikan kutuk. Setelah penjelasannya meyakinkan, mulailah saya minta istri saya berburu kutuk setiap hari. Penjual ikan di Pasar Rungkut hafal betul dengan istri saya. Entah sudah berapa ton saya mengonsumsi sop kutuk. Saya lupa bertanya apakah Prof Suprayitno sudah mematenkan penelitiannya dan memikirkannya untuk sebuah industri. Yang saya tahu kehidupan Prof Suprayitno amat sederhana, sebagaimana umumnya guru besar di Indonesia. Di Tiongkok, peneliti seperti itu jadi kaya raya. Satu orang yang meneliti satu jenis tanaman liar yang disebut ’tear drop’ (di desa saya dulu disebut manikan, sering untuk tasbih) kini menjadi orang terkaya nomor 200 di Tiongkok. Sebab, buah manikan ternyata mengandung khasiat antikanker. Seorang peneliti padi yang dulu hidup di desa selama 20 tahun, kini menjadi pemegang saham perusahaan pembibitan dengan aset triliunan rupiah.
Ikan kutuk ternyata tidak ada di tempat lain. Jadi amat berharga. Tapi, karena saya akan tinggal lama di Tiongkok, tentu saya akan kesulitan membawa kutuk ke sana. Lalu muncul di pikiran, masak tidak ada kutuk di Tiongkok. Maka saya mencari kutuk di sana. Di setiap kota yang saya singgahi saya perlukan untuk mengunjungi pasar ikannya: di Nanchang, di Nanjing, di Wuhan, di Harbin, di Dalian, di Qingdao, dan seterusnya. Tapi, saya tidak menemukannya.
Nanchang adalah nama sebuah pelosok desa yang menggambarkan di desanya banyak ikan kutuk / ikan gabus. Disana teman saya tinggal dansaya pernah ke desa itu sebelum tahu bahwa saya punya sirosis. Ketika saya ke Nanchang, dia datang dengan bapaknya sambil membawa satu ember ikan. Dia naik kendaraan umum selama satu jam untuk bisa sampai ke kota. Bapak teman saya, dengan bahasa daerah yang tidak saya mengerti, menjelaskan panjang lebar bagaimana satu hari tadi dia berusaha mencari ikan satu ember itu. Saya berterima kasih padanya. Saya mengatakan “benar”, itulah ikan yang saya cari. Tapi, sebenarnya bukan. Bentuknya memang persis kutuk, tapi bukan kutuk. “Kutuk Tiongkok” ini lebih hitam. Karena itu, di sana disebut “hei yu” -”hei” artinya hitam, “yu” artinya, Anda bisa menduga sendiri. Kandungan daging “hei yu” tidak sama dengan kutuk di Jawa.
Apalagi di daerah Kalimantan. Kutuk, yang di sana disebut ikan gabus, sangat banyak. “Hei yu” juga banyak. “Hei yu”, yang kalau di Kalimantan disebut ikan tomang, juga bisa tumbuh besar sampai kuat merusak perahu kayu kecil-kecil. Tapi, dagingnya hambar. “Hei yu” di Kalimantan lebih banyak dimanfaatkan untuk ikan asin. Sedangkan ikan gabus yang manis, enak sekali dimasak bumbu bali, dimakan dengan nasi kuning. Selama di Tiongkok saya kesulitan sumber albumin ini. Padahal, mempertahankan albumin menjadi amat penting. Dalam keadaan normal, liver bisa memproduksi albumin. Tapi, karena liver saya rusak, sungguh sulit mengatasinya. Akhirnya, agar badan tetap sehat, saya memutuskan untuk selalu makan banyak. Enak tidak enak sudah tidak penting lagi. Badan saya harus sehat menghadapi operasi besar. Ibaratnya saya harus seperti kerbau yang akan dijual untuk disembelih: Harus sehat dan gemuk.

2.3.    Protein Ikan Gabus Perairan Tawar (Sungai), Danau dan Payau

Ikan gabus adalah jenis predator yang mempunyai penyebaran luas yang secara alami dapat hidup di danua sungai, rawa, payau, dan sawah.
Ikan Gabus Sungai
Sungai secara alami terbentuk oleh sumber air tanah atau permukaan tanah. Susunan kadar garam terlarutnya rendah. Suhu air berfluktuasi tetapi suhu lapisan atas dan bawah hampir seragam yaitu sekitar 24-29oC. Pada suhu relatif normal (24-29oC) nafsu makan ikan cenderung rendah sedangkan energi dari protein yang digunakan untuk metabolisme lebih banyak sehingga kandungan protein ikan gabus sungai lebih sedikit. Selain itu, rendahnya protein ikan gabus sungai juga disebabkan oleh jenis makanan yang dimakan sebagian besar adalah fitoplankton seperti Chloropohyta spesies Closteriopsisi spp., dan Rhizoclorium sp. Sedangkan dari jenis Cryophyta di dapat spesies Chroomonas sp (Brotowijoyo, dkk., 1999).
Ikan Gabus Danau
Komunitas ikan di danua adalah khas berasal dari spesies ikan sungai. Hal ini disebabkan karena isi danau selain dari hujan sebagian besar berasal dari sungai. Salah satu daya dukung lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah fitoplankton sebagai produsen primer. Fitoplankton yang terdapat di peraira tawar berasal dari filum Chlorophyta dan Cryophyta. Dari jenis Chlorophyta di dapat spesies Closteriopsis spp., Closterium sp., Grasnbladia sp., dan Rhizoclorium sp. Sedangkan dari jenis Croyophyta didapat spesies Chroomonas sp. (Presscott, 1970).
Ikan Gabus Payau
Ikan gabus perairan payau memiliki jenis protein lebih banyak dibanding ikan gabus perairan danau karena faktor ketersediaan pakan yang lebih banyak dalam hal gizi terutama protein, jumlah dan jenisnya dengan demikian akan terjadi penambahan elemen struktural yang mempengaruhi perbanyakan jumlah sel dan peningkatan volume sel (Lagler, et al., 1977).
Hasil identifikasi komponen protein ikan gabus perairan sungai, danau dan payau dapat dilihat pada tabel 5.
Profil Asam Amino Ikan Gabus
Protein mengandung berbagai asam amino. Asam amino dapat digolongkan dalam 2 kelompok yaitu asam amino essensial dan non essensial (Poedjiadi, 1994). Kandungan total asam amino albumin ikan gabus dengan metode pengendapan ammonium sulfat sebesar 82,586%. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada hasil pengendapan albumin ikan gabus dihasilkan 10 asam amino essensial, yaitu histidin, arginin, treonin, metionin, valin, phenil alanin, triptofan, isoleusin, leusin, lisin. Selain itu terdapat 6 asam amino non essensial, yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, dan tyrosin. Total asam amino yang terdapat pada penelitian ini adalah 16 jenis asam amino. Asam amino albumin hasil pengendapan tidak selengkap asam amino pada ekstrak albumin kasar. Karena pada ekstrak albumin kasar, terdapat 20 jenis asam amino. Hal ini dikarenakan ada beberapa asam amino yang tidak muncul pada saat pembacaan. Asam amino tersebut adalah ammonia, hidroksiprolin, prolin dan sistein. Kandungan asam amino albumin ikan gabus dengan metode pengendapan ammonium sulfat disajikan pada Tabel 6.

Keterangan :
*  =  asam amino essensial
          Berdasarkan hasil analisa HPLC, kada asam amino tertinggi adalah triptopan yaitu sebesar 9,793%. Triptofan merupakan asam amino yang mempunyai rantai cabang aromatik. Rantai cabang tersebut merupakan gugus yang tidak bermuatan dalam pH fisioligik (Winarno, 1992). Triptopan berfungsi sebagai prekursor nikotinamid (vitamin B) (Linder, 1992).

Protein yang dapat diidentifikasi pada endapan dan supernatan disajikan pada Tabel 7 dan 8.
Tabel 8. Jenis Protein Supernatan

     Dari tabel diatas diketahui bahwa tidak semua albumin terendapkan,   masih
ada jenis prealbumin yang terdapat pada supernatan. Pada endapan juga masih terdapat globulin yaitu α1 Microglobulin, Post  globulin dan β2 Microglobulin. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat jenis protein lain pada endapan albumin ikan gabus. Karakteristik protein yang berbeda-beda menyebabkan banyak variasi prosedur pemisahan antara lain dipengaruhi oleh kelarutan, pH, kekuatan ion, ukuran molekul dan kekuatan tarik-menarik dengan molekul lain. Oleh karena sulitnya mengontrol faktor-faktor tersebut maka proses pemisahan dengan penambahan ammonium sulfat tidak dapat mengendapkan albumin secara keseluruhan (Voet et al, 1990).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar